Selasa 19 Jan 2021 19:34 WIB

Respons Komnas HAM untuk Muhammadiyah Soal Kasus Laskar FPI

Muhammadiyah menilai penyelidikan Komnas HAM di kasus laskar FPI terkesan tak tuntas.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menyatakan, menghormati masukan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar Komnas HAM mengungkap fakta kasus penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI). Sebelumnya, PP Muhammadiyah menilai penyelidikan Komnas HAM terkesan tidak tuntas.

"Menurut kami, masukan PP Muhammadiyah sangat berharga. Kami, sebagaimana juga diinginkan PP Muhammadiyah, meminta Presiden untuk menindaklanjuti keempat rekomendasi kami tersebut," kata Taufan kepada Republika, Selasa (19/1).

Baca Juga

Terkait dengan permintaan PP Muhamadiyah agar Komnas HAM mendalami berbagai temuan, lanjut Taufan, Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan yang mendalam.

"Kami hati-hati dengan membangun konstruksi perkara ini secara kronologi, didukung data-data yang kami kumpulkan, juga keterangan saksi baik dari pihak FPI, pihak kepolisian, saksi lapangan dan keterangan ahli. Kami sudah menggambarkan pula bagaimana secara kronologi peristiwa ini terjadi sehingga kami jatuh pada kesimpulan bahwa pelanggaran terjadi pada tewasnya empat laskar FPI yang notabene sudah dalam penguasaan polisi sementara dua lainnya tewas dalam peristiwa saling serempetan dan tembak-menembak di antara kedua belah pihak," tutur Taufan.

 

Untuk kasus tewasnya empat laskar FPI yang berada di bawah kekuasaan/kontrol aparat tersebut, sambung Taufan,  Komnas HAM menyimpulkan bawah ada indikasi adanya tindakan unlawful killing.

Meski, petugas Kepolisian menyampaikan alasan bahwa penembakan tersebut didahului perlawanan keempat laskar tersebut.

Meski di dalam rilis resmi PP Muhammadiyah tidak menyebutkan usulan tentang pengadilan HAM yang berat, secara lisan hal ini disebutkan oleh pengurus yang ikut dalam konferensi pers. Usulan itu dinilai aneh oleh Taufan.

"Agak aneh usulan soal HAM berat tersebut, sebab di satu sisi PP Muhammadiyah justru mendukung rekomendasi Komnas HAM untuk peradilan pidana, yang berarti sependapat dengan kami bahwa ini bukan termasuk kategori pelanggaran HAM yang berat," ujar Taufan.

Bahkan, sambung Taufan, pihaknya sudah menjelaskan di dalam berbagai keterangan pers bahwa unsur-unsur untuk dinyatakan sebagai pelanggaran HAM yang berat tidak terpenuhi dalam kasus ini. Merujuk UU 26 tahun 2000, mau pun merujuk kepada Statuta Roma, maka setidaknya mesti ditemukan beberapa unsur antara lain, adanya desain operasi berdasarkan kebijakan lembaga atau instansi atau negara dengan tujuan pembunuhan atau serangan terhadap orang sipil tersebut.

"Temuan kami operasi ini adalah penguntitan (surveillance) dan bila dilihat dari kronologi peristiwa lebih merupakan satu peristiwa tindak kekerasan berupa penembakan yang terjadi karena adanya pergesekan antara laskar FPI dan petugas polisi yang ditandai dengan saling serempet, kemudian terjadi tembak-menembak sehingga tidak mengindikasikan 'penyerangan yang disiapkan secara sistematis dan tersetruktur'," jelas Taufan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement