Senin 18 Jan 2021 13:35 WIB

Harga Pupuk Naik demi Tutupi Kekurangan Anggaran Subsidi

Volume pupuk bersubsidi dialokasikan sebanyak 7,2 juta ton dengan anggaran Rp 25,2 T.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menata pupuk urea di dalam gudang persediaan pupuk Desa Blang Sapek, Kecamatan Suka Makmur, Nagan Raya, Aceh, Kamis (10/9/2020). Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menaikkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pada tahun ini. Kenaikan harga tersebut menjadi salah satu opsi pemerintah untuk meningkatkan volume penyediaan pupuk bersubsidi bagi para petani tahun 2021.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Pekerja menata pupuk urea di dalam gudang persediaan pupuk Desa Blang Sapek, Kecamatan Suka Makmur, Nagan Raya, Aceh, Kamis (10/9/2020). Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menaikkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pada tahun ini. Kenaikan harga tersebut menjadi salah satu opsi pemerintah untuk meningkatkan volume penyediaan pupuk bersubsidi bagi para petani tahun 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menaikkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pada tahun ini. Kenaikan harga tersebut menjadi salah satu opsi pemerintah untuk meningkatkan volume penyediaan pupuk bersubsidi bagi para petani tahun 2021.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan, semula volume pupuk bersubsidi dialokasikan sebanyak 7,2 juta ton dengan anggaran Rp 25,2 triliun. Namun, pemerintah kembali membuat kebijakan untuk menambah alokasi volume pupuk subsidi menjadi sebanyak 9,04 juta ton.

Baca Juga

Adanya penambahan tersebut, alhasil menimbulkan adanya kekurangan anggaran pemerintah untuk menutupi penambahan volume tersebut.

"Untuk alokasi pupuk subsidi tersebut, itu ada kekurangan uang Rp 7,3 triliun dan untuk dipenuhi dengan tiga alternatif," kata Sarwo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR, Senin (18/1).

 

Ia menjelaskan, terdapat tiga langkah untuk bisa melakukan menambal kekurangan tersebut. Yakni lewat penurunan harga pokok produksi (HPP), perubahan komposisi pupuk NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium) serta yang terakhir menaikkan harga eceran tertinggi pupuk subsidi.

Sarwo mengatakan, penurunan HPP pupuk subsidi diupayakan turun 5 persen. Langkah itu sesuai rekomendasi KPK, BPK, dan BPKP serta Kementerian Keuangan. Adapun penurunan HPP tersebut menghasilkan efisiensi sebesar Rp 2,45 triliun.

Langkah kedua yakni perubahan komposisi pupuk NPK dari 15-15-15 menjadi 15-10-12. Sarwo menuturkan, perubahan komposisi itu juga berdasarkan hasil kajian Balitbangtan pada 2017 di mana unsur tanah pertanian di Indonesia mulai mengalami kelebihan fosfor dan kalium.

Perubahan tersebut juga telah disepakati dalam Rapat Koordinasi Pokja Pupuk dengan Kemenko Perekonomian. Ia mengklaim, perubahan komposisi pupuk NPK memberikan efisiensi sebesar Rp 2,27 triliun

Lebih lanjut, langkah terakhir yakni dengan menaikkan HET pupuk bersubsidi sebesar Rp 300 - Rp 450 per kilogram (kg). Lebih detail, pupuk urea naik Rp 450 per kg, SP-36 naik Rp 400 per kg, serta ZA dan Organik naik Rp 300 per kg. "Dari kenaikan HET terdapat efisiensi Rp 2,57 triliun," kata Sarwo.

Untuk mempermudah pengawasan distribusi, Sarwo mengatakan, Kementan berencana membuat aturan baru agar ketika terjadi masalah dalam proses distribusi tidak saling menyalahkan. Ia mengatakan, distribusi pupuk subsidi lini I dipantau langsung Kementerian Pertanian. Lini 2 oleh pemerintah provinsi, lini 3 oleh pemerintah kabupatan dan kota, serta lini 4 oleh pemerintah level kecamatan.

Ia menilai, model itu dinilai akan memudahkan penanganan jika terjadi kekosongan pupuk subsidi karena pihak yang bertanggung jawab lebih jelas. "Tapi ini baru gagasan, kalau dirasa kurang pas, ya tidak jadi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement