Ahad 17 Jan 2021 13:35 WIB

Selama 2020, OJK Catat Bank Beri Keringanan Kredit Rp 971 T

Restrukturisasi diberikan kepada sekitar 18 persen dari total kredit perbankan

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Salah satu debitur UMKM, Pemilik CV Swacipta Karya Mulia, Muhammad Khoiruddin yang diberikan kemudahan restrukturisasi kredit dari OJK akibat pandemi Covid-19.
Foto: Dok Pribadi
Salah satu debitur UMKM, Pemilik CV Swacipta Karya Mulia, Muhammad Khoiruddin yang diberikan kemudahan restrukturisasi kredit dari OJK akibat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat program keringanan cicilan (restrukturisasi) kredit perbankan mencapai Rp 971 triliun. Adapun realisasi ini tercatat sejak program restrukturisasi diluncurkan 16 Maret 2020 hingga akhir Desember 2020.

"Restrukturisasi diberikan kepada 7,6 juta debitur atau sekitar 18 persen dari total kredit perbankan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso kepada wartawan akhir pekan ini.

Baca Juga

Wimboh merinci jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit sektor UMKM sebesar Rp 386,6 triliun dengan jumlah 5,8 juta debitur. Sedangkan nonUMKM, realisasi restrukturisasi kredit sebesar Rp 584,4 triliun dengan 1,8 juta debitur.

Menurutnya kebijakan stimulus yang telah dikeluarkan OJK antara lain restrukturisasi kredit perbankan, penilaian kualitas kredit satu pilar, penundaan penerapan Basel III dan pelonggaran pemenuhan indikator likuiditas serta indikator permodalan. Adapun kebijakan-kebijakan ini diklaimnya telah dapat memberikan ruang bagi perbankan untuk menjaga profil risikonya.

Adanya program restrukturisasi tersebut, rasio nonperforming loan gross perbankan dapat dijaga pada 3,06 persen naik dari 2019 yang berhasil hanya 2,53 persen atau net 0,98 persen, sedangkan pada 2019 sebesar 1,19 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan juga terjaga mencapai 23,78 persen, sedangkan pada 2019 harganya terlalu tinggi sebesar 23,31 persen.

“Sebagai dampak dari belum pulihnya pertumbuhan kredit, LDR juga menurun dengan tajam menjadi sebesar 82,2 persen, turun signifikan dari 2019 yang sebesar 93,64 persen," ungkapnya.

Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp 2.111 triliun, naik dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 1.251 triliun. Kemudian dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 11,11 persen.

"Alat Likuid per Non-Core Deposit 146,72 persen dan Liquidity Coverage Ratio 262,78 persen, lebih tinggi dari threshold-nya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement