Ahad 17 Jan 2021 05:42 WIB

HRS Berkali-kali Ditetapkan Sebagai Tersangka

Habib Rizieq Shihab telah beberapa kali menjadi tersangka.

Foto: Republika
Habib Rizieq telah tiga kali menjadi tersangka sejak kembali ke Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka dalam kasus dugaan menghalangi kerja Satgas Penanganan Covid-19 oleh RS Ummi Bogor, Jawa Barat, atas pelayanan kesehatan risiko Covid-19 terhadap yang bersangkutan. Sejak kembali ke Indonesia pada awal November, pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu sudah terjerat dalam dua kasus lainnya. Berikut kasus-kasus yang menjerat Habib Rizieq Shihab.

2008 - Terjerat kasus kerusuhan Monas antara FPI dengan Aliasan Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Dalam kasus ini, divonis 1,5 tahun pejara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

2016 - Terjerat kasus dugaan chat berkonten pornografi yang melibatkan Firza Husein. Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya menjerat HRS dengan Pasal 4 ayat 1 juncto pasal 29, pasal 26 jo pasal 32, dan pasal 35 UU 44/2008 tentang Pornografi.

2016 - Tersandung kasus penghinaan Pancasila yang dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri. Namun pihak kepolisian mengeluarkan SP3 untuk kasus tersebut.

2020 -- Tersangka kasus kerumuman massa di Petamburan, Jakarta Pusat, terkait acara pernihakan putrinya. Dalam kasus ini, HRS selaku penyelenggara acara Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

2020 -- Tersangka kasus kerumunan massa di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, pada 13 November 2020. HRS dijerat dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

2021 -- Tersangka kasus dugaan menghalangi kerja Satgas Penanganan Covid-19 oleh RS Ummi Bogor, Jawa Barat, atas pelayanan kesehatan risiko Covid-19 terhadap yang bersangkutan. HRS dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman 6 bulan hingga 1 tahun penjara. Kemudian Pasal 14 dan/atau Pasal 15 UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tentang menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran dengan ancaman pidana 10 tahun penjara. Serta Pasal 216 KUHP, yakni dengan sengaja tidak mengikuti perintah yang dilakukan menurut undang-undang atau dengan sengaja menghalangi tindakan pejabat menurut undang-undang dengan ancaman 4 bulan penjara.

Sumber: Republika.co.id

Pengolah: Bayu Hermawan

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement