Sabtu 16 Jan 2021 00:25 WIB

Pandemi dan Kelelahan Emosi

Kelelahan emosional menjadi masalah yang masih sulit diatasi selama pandemi.

Ilustrasi.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2020 memang sudah berhasil dilalui. Namun, memasuki 2021 ternyata masih ada rasa lelah dan emosi yang tidak dapat dijelaskan sebagian orang.

"Melewati 2020 memang patut disyukuri, tapi 2021 masih menyisakan banyak pekerjaan rumah terutama untuk mengatasi masalah emosi," ujar Martha (36) seorang ibu bekerja dengan satu orang anak.

Martha yang berprofesi sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta asing, bercerita sejak pandemi terjadi dia mulai merasa frustrasi.

Tidak hanya karena tekanan pekerjaan yang meningkat. Dia juga harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga termasuk membantu anak laki-lakinya yang duduk di bangku sekolah dasar untuk belajar dan sekolah daring.

Suami Martha bekerja di luar kota. Sejak pandemi pasangannya itu semakin sulit pulang ke rumah. Sementara orang tua dan mertua Martha tinggal di kota lainnya. Rasa rindu kepada keluarga kemudian dilampiaskan melalui panggilan video yang dilakukan setiap ada kesempatan.

Martha mengaku merasa kewalahan. Namun dia tidak memiliki solusi lain untuk mengatasi rasa lelah yang dialaminya.

"Saya dan suami memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa asisten rumah tangga, karena kami harus banyak mengurangi banyak biaya sejak penghasilan kami dipotong. Alhasil semua harus saya kerjakan sendiri," kata Martha.

Bukan hanya Martha yang merasa kewalahan dan kelelahan secara emosi. Yuni (33), seorang ibu bekerja dengan dua orang anak juga mengaku mengalaminya.

Yuni mengatakan seringkali merasa kewalahan untuk membagi pikiran antara pekerjaan kantor, urusan rumah tangga, hingga pelajaran dan tugas sekolah kedua anaknya.

Meskipun suaminya sangat kooperatif untuk membantunya mengerjakan segala urusan rumah tangga, Yuni masih merasa kewalahan.

"Namanya ibu bekerja, dari urus pekerjaan kantor, menjaga sekaligus ngajarin anak-anak pelajaran sekolah, sampai memastikan sekeluarga bisa menjaga prokes dan tetap sehat, itu hal yang sulit dan saya merasa sangat lelah padahal tidak mengerjakan pekerjaan fisik yang berat," ujar Yuni.

Sejak pandemi terjadi, tidak setiap orang bisa mendapatkan me time dengan leluasa untuk merasakan relaksasi atau memanjakan diri sendiri.

Yuni mengatakan meskipun ada asisten rumah tangga dan suami yang siap membantu, selalu ada saja hal-hal yang membuatnya harus turun tangan untuk membereskan.

"Istilahnya kerja dari rumah, dikira bisa lebih santai. Nyatanya tidak, jujur saya betul-betul kewalahan. Rasanya seperti hampir tidak punya waktu untuk diri sendiri. Jadinya capek luar biasa," kata Yuni.

Yuni dan Martha adalah dua dari sekian banyak orang yang merasa kewalahan dan mengalami kelelahan emosi sejak pandemi terjadi.

Direktur senior inovasi perawatan kesehatan di American Psychological Association Vaile Wright mengatakan kelelahan emosional adalah rasa kewalahan yang sudah memuncak. Dan Anda merasa kondisi ini sulit untuk dibendung sehingga menjadi mudah marah dan sulit berkonsentrasi.

"Ini bukan kelelahan fisik. Ini kelelahan mental yang menyebabkan Anda kesulitan berkonsentrasi. Itu semua hal yang kita alami ketika kita hanya fokus pada kapasitas kita saja," kata Wright dikutip dari USA Today.

Kondisi ini bukanlah masalah klinis, namun dapat memicu pada masalah mental, kata Wright. Sejumlah ahli menyebutnya sebagai burnout, kondisi saat penyebab stres dan tanggung jawab meningkat ke titik di mana seseorang merasa mereka tidak memiliki energi tersisa untuk dikeluarkan.

Wright menjelaskan stress dan rasa cemas memang selalu hadir dalam setiap kehidupan. Namun ketika kelelahan secara emosi terjadi, rasa stress itu kemudian memuncak dan bisa menjadi kronis.

Lantas bagaimana cara untuk mengetahui bahwa seseorang atau bahkan diri kita sendiri telah mengalami kelelahan secara emosi?

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement