Kamis 14 Jan 2021 21:33 WIB

Rouhani: Trump Teroris yang Gagal Gulingkan Rezim Iran

Iran memiliki hubungan cukup sengit dengan AS di bawah pemerintahan Trump

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Foto selebaran yang disediakan oleh Kantor Kepresidenan Iran menunjukkan Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara selama pertemuan di Teheran, Iran, 07 Januari 2021. Menurut laporan media, Presiden Rouhani mengomentari penyerbuan Capitol AS di Washington DC, AS yang mengatakan bahwa kekacauan itu dibebaskan oleh pendukung Presiden AS Donald J. Trump membuktikan kegagalan demokrasi Barat.
Foto: EPA-EFE/IRAN'S PRESIDENTIAL OFFICE
Foto selebaran yang disediakan oleh Kantor Kepresidenan Iran menunjukkan Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara selama pertemuan di Teheran, Iran, 07 Januari 2021. Menurut laporan media, Presiden Rouhani mengomentari penyerbuan Capitol AS di Washington DC, AS yang mengatakan bahwa kekacauan itu dibebaskan oleh pendukung Presiden AS Donald J. Trump membuktikan kegagalan demokrasi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani kembali menyerang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Rouhani mengatakan akhir masa jabatan Trump menandai akhir dari pendekatan politiknya.

"Selama tiga tahun terakhir, teroris ini (Trump) ingin menggulingkan rezim Islam (Iran), tapi pada akhirnya dialah yang jatuh dengan cara yang memalukan," kata Rouhani pada Rabu (13/1), dikutip kantor berita Iran, The Islamic Republic News Agency (IRNA).

Baca Juga

Rouhani pun sempat menyinggung perkembangan situasi di AS menjelang akhir masa pemerintahan Trump, termasuk peristiwa kerusuhan di Capitol Hill pada 6 Januari lalu. "Kami telah berulang kali mengatakan bahwa ketika kepala pemerintahan AS melanggar hukum, rakyat Amerika juga akan mendapat giliran, tetapi tidak ada yang mempercayai kami," ujarnya.

Dia mengindikasikan AS akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali ke keadaan sebelum masa pemerintahan Trump. Iran memiliki hubungan cukup sengit dengan AS di bawah pemerintahan Trump.

Hal itu bermula saat Trump memutuskan menarik AS dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018. Menurut dia, JCPOA adalah kesepakatan terburuk dalam sejarah karena tidak turut mengatur program rudal balistik Iran dan perannya di kawasan. Sejak mundur dari perjanjian itu, AS kembali menjatuhkan sanksi ekonomi berlapis terhadap Iran.

Trump kemudian meminta JCPOA direvisi dengan imbalan pencabutan sanksi, tapi Iran dengan tegas menolak. Presiden terpilih AS Joe Biden telah mengutarakan keinginannya untuk membawa AS bergabung kembali dengan JCPOA. Dia menyebut hal itu menjadi salah satu prioritas pemerintahannya yang akan datang.

Iran pun sangat mengecam Trump karena memerintahkan pembunuhan mantan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Dia tewas di Bandara Internasional Baghdad, Irak pada 3 Januari tahun lalu.

Soleimani dibunuh saat berada dalam konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran. Iring-iringan mobil mereka menjadi sasaran tembak pesawat nirawak AS.

Pasca-peristiwa itu, Iran membalas dengan melancarkan serangan misil ke markas tentara AS di Irak. Hal tersebut sempat memicu kekhawatiran pecahnya peperangan.

Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Ia dipercaya memimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap dari Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial, termasuk kontra-intelijen di kawasan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement