Kamis 14 Jan 2021 19:00 WIB

Alasan Cucu Nabi Muhammad Lepas Jabatan Khalifah

Cucu Nabi Muhammad bersedia melepas jabatan Khalifah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Alasan Cucu Nabi Muhammad Lepas Jabatan Khalifah. Foto: Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Alasan Cucu Nabi Muhammad Lepas Jabatan Khalifah. Foto: Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa cucu Nabi Muhammad ﷺ, al-Hasan bersedia berunding dengan Mu'awiyah dan menyerahkan kekhalifahan kepadanya.

Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, salah satu alasanya yakni karena al-Hasan hanya mengharap pahala di sisi Allah Ta'ala.

Baca Juga

Al-Hasan bersedia menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu'awiyah karena cucu Nabi ini hanya mengharap pahala di sisi Allah dan kebaikan bagi umat Islam.

Nufair al-Hadhrami menuturkan, suatu ketika aku ingin mengetahui tanggapan al-Hasan terhadap komentar masyarakat tentang dirinya. Aku katakan: "Orang-orang mengatakan bahwa sebenarnya engkau menginginkan jabatan sebagai khalifah". Ini merupakan tuduhan keji yang dialamatkan kepada para juru damai. Betapa tidak? Niat baik mereka justru disalahtafsirkan, dan motif mereka malah dipertanyakan.

 

Bagaimana tanggapan al-Hasan terhadap perkataan Nufair al-Hadhrami? Dia berkata: "Ketika itu nasib orang-orang Arab berada digenggamanku, mereka siap berdamai dengan siapa pun yang berdamai denganku, dan siap memerangi siapa pun yang aku perangi. Meskipun demikian, kutinggalkan tampuk kekhalifahan itu demi mengharap wajah Allah (Al Bidayah wan Nihayah dan Adz-Dzurriyyah ath-Thayyibah).

Sungguh tepat keputusan al-Hasan, dan sikapnya itu benar-benar mencerminkan firman Allah:

اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ اِخۡوَةٌ فَاَصۡلِحُوۡا بَيۡنَ اَخَوَيۡكُمۡ ‌ۚ‌وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُوۡنَ

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (Al-Hujurat ayat 10).

Kedua, al-Hasan ingin mewujudkan janji kakeknya, Nabi Muhammad ﷺ mengabarkan bahwa al-Hasan akan menjadi pemimpin yang mendamaikan dua kelompok besar kaum mukminin (yang bertikai). Jaminan ini mendorong al-Hasan untuk berpikir, menyusun rencana, mempersiapkan dirinya untuk menciptakan perdamaian dan menyingkirkan semua halangan yang menghadang terwujudnya persatuan umat.

Ketiga, al-Hasan berupaya menjaga nyawa kaum muslimin. Al-Hasan melakukan semua itu, salah satunya, adalah demi menjaga kehormatan dan nyawa kaum muslimin.

Al-Hasan menuturkan: "Aku khawatir jika pada hari Kiamat ada 70 ribu atau 80 ribu orang atau kurang lebih segitu, yang urat nadi di leher mereka terus mengucurkan darah, lalu mereka semua mengadu kepada Allah perihal mengapa darah mereka harus ditumpahkan sia-sia?" (Al Bidayah wan Nihayah).

Bagi al-Hasan, melindungi nyawa kaum muslimin tergolong ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, dia lebih mengkhawatirkan proses hisab dirinya di hadapan-Nya mengenai darah orang-orang muslim pada hari Kiamat, meskipun konsekuensinya dia harus menyerahkan kekhalifahan kepada orang lain.

Al-hasan lebih memprioritaskan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi. Dia rela menyerhakan kepemimpinan kepada orang lain demi melindungi nyawa kaum muslimin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement