Kamis 14 Jan 2021 06:03 WIB

Cerita Penolakan Vaksin Abad Ke-18: Cacar yang Bikin Modar

Puluhan ribu warga meninggal karena cacar, tetapi tetap banyak yang menolak divaksin.

Mantri vaksin sedang menyuntikkan vaksin.
Foto:

Dokter-dokter yang sebelumnya didatangkan dari Belanda lalu memberikan pelatihan kepada para mantri di sekolah dokter pertama di pulau Jawa. Mereka pun ditasbihkan menjadi petugas kesehatan penyuntik vaksin.

Tak ada dokter, mantri pun jadi. Seperti itulah. Meski terlatih, banyak warga yang menolak divaksin para mantri.

Pribumi yang bekerja di kebun-kebun milik orang Eropa rentan terserang virus, sehingga membuat para majikan berkulit putih was-was. Perekonomian Hindia Belanda bisa terganggu jika interaksi pekerja dengan mandor dan majikan terhambat. Para dokter dan mantri pun bergerak cepat, tetapi tidak maksimal.

Program vaksinasi terkendala banyak hal. Penduduk yang saat itu masih buta huruf membuat para mantri susah hati. Mereka menolak.

Baha’Udin menyebut alasan utamanya adalah rasa enggan penduduk terhadap sesuatu yang belum dikenalnya serta jarak tempuh untuk mencapai tempat pencacaran juga jadi alasan kuat penduduk untuk tidak melakukan pencacaran. Kegagalan vaksinasi itu terjadi di Surabaya (1824), Pasuruan (1828), Kedu (1823), dan Banyumas (1835).

Kegagalan itu bukan semata karena jarak tempuh. Faktor fatwa ulama setempat yang tidak menyetujui vaksin juga menjadi kendala, seperti di Pulau Bawean. Seluruh penduduk di sana menolak vaksin karena program tersebut tidak disetujui ulama.

Cerita menarik malah terjadi di Madiun pada 1831. Program vaksinasi gagal lantaran beredar kabar vaksinasi hanya akal-akalan residen yang ingin menjadikan anak-anak kampung makanan buaya peliharaan. Kabar hoaks tersebut menyebar cepat. Para orang tua percaya. Bahkan banyak ibu-ibu saat itu menyembunyikan anak mereka di hutan agar terhindar dari program tersebut.

Keraguan timbul bukan hanya kabar hoaks tersebut. Sama seperti sekarang, warga enggan divaksin karena ragu efektivitas vaksin karena banyak anak yang tetap terkena cacar meski sudah divaksin.

Pemerintah saat itu pun dibuat kelimpungan terhadap penolakan tersebut. Sama seperti saat ini, banyak rakyat yang menolak untuk divaksin Covid-19. Sejarah memang selalu berulang.

Ya, puluhan tahun kemudian, tepatnya tahun 1918-1920, pandemi kembali terjadi. Kali ini pagebluk itu bernama influenza alias flu spanyol. Ingin rasanya saya uraikan di sini, tetapi karena tulisan ini sudah terlampau panjang, saya akan lanjutkan di tulisan selanjutnya. Sabar ya.

BACA JUGA: Beredar Video Barisan Ambulans dan Antrean Pemakaman di TPU Tegal Alur Jakarta, Benarkah?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement