Rabu 13 Jan 2021 15:11 WIB

Amnesty Tegaskan Penolak Vaksin tak Boleh Dipidana

Penolak Vaksin tak Boleh Dipidana

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah petugas kesehatan mengantre untuk mendapatkan vaksin Covid-19 saat didistribusikan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jalan Supratman, Rabu (13/1). Dinas Kesehatan Kota Bandung mendistribusikan 25.000 dosis vaksin Covid-19 ke 191 fasilitas kesehatan di Kota Bandung untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tahap pertama bagi sumber daya manusia (SDM) di lingkungan kesehatan, kepala daerah serta tokoh publik pada 14 Januari mendatang. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah petugas kesehatan mengantre untuk mendapatkan vaksin Covid-19 saat didistribusikan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jalan Supratman, Rabu (13/1). Dinas Kesehatan Kota Bandung mendistribusikan 25.000 dosis vaksin Covid-19 ke 191 fasilitas kesehatan di Kota Bandung untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tahap pertama bagi sumber daya manusia (SDM) di lingkungan kesehatan, kepala daerah serta tokoh publik pada 14 Januari mendatang. Foto: Abdan Syakura/Republika

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan pemerintah tak bisa mempidanakan siapapun yang menolak menerima vaksin. Usman menyayangkan jika ada pemerintah daerah memberlakukan sanksi pada penolak vaksin Covid-19.

Usman menegaskan Hak Asasi Manusia (HAM) menjunjung tinggi  manusia. Siapapun berhak memilih tindakan medis sesuai keinginannya.

"Dalam perspektif HAM, hal (vaksinasi) itu harus dilakukan berdasarkan kesukarelaan dari masyarakat dimana pun dan kapan pun. Apabila ada yang menolak, negara tidak boleh mempidanakan apalagi dengan pidana penjara," kata Usman pada Republika, Rabu (13/1).

Usman mengapresiasi langkah pelaksanaan vaksin Covid-19 untuk tujuan kesehatan masyarakat terutama agar terhindar dari infeksi virus yg mematikan. Namun ia menyarankan pemerintah perlu membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan secara lebih serius baik di lingkungan masyarakat maupun terutama di lingkungan pemerintah. 

"Kesadaran itu akan menjadi tumpuan bagi suksesnya pelaksanaan pemberian vaksin," ujar Usman.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX sekaligus politisi PDIP Ribka Tjiptaning Tyas mengklaim menjadi penolak pertama vaksin Covid-19. Padahal Presiden Joko Widodo yang satu partai dengan Ribka akan menerima suntikan vaksin Sinovac pada Rabu (13/1).

Ribka menyatakan pemberian vaksin pada seseorang tak bisa dipaksakan. Menurutnya, hal itu bisa saja melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Jangan main-main, saya yang pertama bilang saya menolak vaksin, kalau dipaksa ya pelanggaran HAM. Enggak boleh maksa begitu, makanya saya tanya (vaksin) ini yang katanya mau digratiskan?" kata Ribka dalam Raker dan RDP di Komisi IX DPR pada Selasa (12/1). 

Ribka menjelaskan sikap penolakannya muncul setelah mendengar pernyataan dari PT Bio Farma yang menyebut belum melakukan uji klinis tahap ketiga. Selain itu, ia memantau sebagian vaksin yang pernah diterima Indonesia justru memperburuk keadaan. 

"Vaksin untuk anti polio malah lumpuh layu di Sukabumi terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12 (orang). Karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk di Indonesia dengan (anggaran) Rp 1,3 triliun waktu saya ketua komisi," ungkap Ribka. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement