Rabu 13 Jan 2021 13:18 WIB

Kreatif Berbagi Ilmu di Masa Pandemi

Kita sangat mengapresiasi kreatifitas para guru di daerah terpencil.

Guru dan anggota yayasan SMP Lazuardi Kamila Global Compassianote School (SCS) melakukan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kepada siswa secara daring di sekolah setempat, Solo, Jawa Tengah, Senin (4/1/2021). Kegiatan pembelajaran tersebut digelar secara daring untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. ANTARA FOTO/Maulana Surya/hp.
Foto:

Guru atau dosen di manapun dia berada juga harus kreatif. Karena sejujurnya  tidak cuma para siswa di daerah-daerah terpencil saja yang memiliki masalah yang terkait. Misalnya, dengan kepemilikan perangkat untuk melakukan pembelajaran daring, di kota-kota besar pun masih ada siswa atau mahasiswa yang belum mampu memiliki telepon genggam yang compatible (cocok)  digunakan untuk, seperti bergabung dalam sesi-sesi kelas sinkron menggunakan aplikasi Zoom, Microsoft Teams atau Google Meet seperti yang diminta guru atau dosen mereka. 

Bagi saya sendiri, kreatifitas termasuk membantu mengatasi masalah-masalah yang saya hadapi sebagai dosen di masa PJJ ini. Saat ini salah satu tugas yang saya emban adalah mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dalam persiapan calon mahasiswa program internasional sebuah PTS di Jakarta secara daring. 

Mengajar Bahasa Inggris tidak menjadi masalah karena mahasiswa saya yang berasal dan tinggal di Tajikistan ini sudah belajar Bahasa Inggris bertahun-tahun. Namun bagi seorang mahasiswa asing, belajar Bahasa Indonesia tentunya lebih berat jika tidak dilakukan sambil tinggal di Indonesia karena tidak mendapatkan exposure (paparan) Bahasa Indonesia yang cukup seperti yang didapatkan mahasiswa BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) yang tinggal di Indonesia. 

Setelah memutar otak akhirnya saya mendapatkan solusi kreatif, yakni mencari dan mendapatkan fakta bahwa mahasiswa tersebut memiliki kerabat dan teman yang sudah tinggal cukup lama di Indonesia dan lancar berbahasa Indonesia.  Saya lalu mewajibkan mahasiswa tersebut selalu berkomunikasi dengan kerabat dan temannya dalam Bahasa Indonesia, agar mengganti paparan Bahasa Indonesia yang tidak didapatkan karena tidak tinggal di Indonesia.

Selain mengembangkan kreatifitas, sudah saatnya para pendidik; guru, dosen, cendekiawan, sastrawan dan semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan terus menguatkan semangat berbagi secara sukarela (volunteering), terutama berbagi pengetahuan atau keterampilan yang mereka miliki kepada sebanyak mungkin masyarakat yang membutuhkannya secara cuma-cuma.

Masa-masa sekolah atau kuliah daring ini harus dimanfaatkan oleh para pendidik untuk berbagi ilmu atau keterampilan, karena kini mereka dapat berbagi kepada audiens yang lebih luas jangkauannya. Sejak pembelajaran jarak jauh diberlakukan di Indonesia terkait pandemi, seperti juga yang telah dilakukan banyak dosen lain. Saya bersyukur sudah terlibat dalam cukup banyak kegiatan webinar pengajaran/pelatihan gratis dengan peserta mayoritas pelajar dan mahasiswa yang bukan hanya berasal dari Jabodetabek, melainkan juga dari daerah-daerah lain di Indonesia. 

Kegembiraan saya makin bertambah saat Qaisra Shahraz, penulis beberapa buku terlaris kaliber internasional, yang juga merupakan pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Muslim Arts and Culture Festival (MACFEST), mengundang saya menjadi salah satu narasumber dalam salah satu acara MACFEST yang digelar secara daring dan tanpa dipungut biaya itu. Pada 21 Maret mendatang, bersama para akademisi terkemuka dari berbagai negara, seperti Dr Munazza Yaqoob (Pakistan), Dr Abdur Raheem Kidwai (India), Profesor Mashrur Shahid Hossain (Bangladesh), Tim Tomlinson (Amerika Serikat) dan Zahia Smail Salhi (Inggris), saya turut serta berbincang dalam webinar bertajuk Academic and Pandemic; Higher Education Perspective and Response yang dipandu oleh Dr Karin Vogt, dosen University of Education Heidelberg, Jerman (detil acara ini serta lebih dari 60 acara lainnya dapat dilihat pada laman Eventbrite.co.uk.). Dengan keikutsertaan saya ini berarti kegiatan berbagi yang saya lakukan kini bukan hanya berskala nasional, melainkan internasional.

Semangat berbagi harus terus digelorakan dengan bentuk yang disesuaikan kemampuan kita  masing-masing, dan tahun baru yang masih pandemi ini memberikan kita kesempatan berbagi kepada lebih banyak orang, karena kata Qaisra Shahraz dalam satu kesempatan, “The world had truly become a global village,” (dunia kini telah benar-benar menjadi sebuah desa global) dan, mengutip Arthur Stukas (2016) kegiatan berbagi sukarela terbukti memberikan manfaat besar bukan hanya bagi masyarakat, melainkan juga bagi para pelaku berbagi itu sendiri.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement