Rabu 13 Jan 2021 03:10 WIB

Aksi Pom-Pom Saham oleh Influencer

Oknum sengaja melakukan pom-pom saham untuk mengambil keuntungan dari kenaikan harga.

Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/1/2021).
Foto: Antara/Reno Esnir
Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/1/2021).

Oleh : Friska Yolandha*

REPUBLIKA.CO.ID, Baru-baru ini, sejumlah influencer ramai-ramai merekomendasikan saham suatu emiten tertentu. Sebut saja, Raffi Ahmad, Ari Lasso, dan yang sudah cukup lama menggaungkan investasi saham, Yusuf Mansur. Di jagat Twitter, ada Kaesang Pangarep yang juga beberapa kali menyebut emiten saham dalam cicitannya.

Rekomendasi saham atau bahkan pamer portofolio memang bukan hal baru, apalagi setelah munculnya berbagai platform media sosial. Banyak investor, terutama kalangan milenial yang secara tidak langsung merekomendasikan saham tertentu, bahkan berbagi portofolio mereka melalui akun media sosial.

Namun, lain cerita kalau influencer yang berbagi portofolio dan merekomendasikan saham. Dengan jumlah follower yang bisa mencapai jutaan, rekomendasi saham itu bisa saja dilakukan oleh sebagian follower.

Apalagi, kalau follower-nya adalah investor yang masih hijau alias pendatang baru di dunia pasar modal. Apa yang direkomendasikan influencer bisa membentuk opini yang akhirnya mendorong investor baru tadi mengikuti langkah sang influencer.

Di dunia pasar modal, ini disebut pom-pom saham. Berasal dari kata 'pump' atau pompa, pompom saham bertujuan untuk mendorong satu saham tertentu oleh oknum dengan harapan harganya akan melambung tinggi. Seperti balon yang semakin dipompa semakin besar, oknum melakukan pompom saham agar saham tersebut dibeli orang dan harganya menguat.

Pom-pom saham bisa dilakukan oleh oknum untuk mengambil keuntungan dari kenaikan harga saham. Atau bisa jadi portofolio oknum 'nyangkut' di saham tersebut, kemudian menggoreng opini agar investor-investor baru terjebak dan turut membeli saham yang sama.

Dalam berinvestasi saham, seseorang perlu mengenali perusahaannya terlebih dulu. Tak kenal maka tak sayang, begitu kata orang-orang. Seorang investor harus kenal dengan perusahaan yang akan dibeli, baik sektor usahanya, laporan keuangannya, hingga aksi korporasinya.

Selain itu, dalam membeli saham, investor juga bisa melihat analisis teknikal dan fundamental saham tersebut. Dengan analisis yang baik, keuntungan investasi bisa lebih besar ketimbang mengekor saham yang direkomendasikan oleh influencer.

Investasi saham memang merupakan investasi yang keuntungannya paling tinggi. Di sisi lain, risiko berinvestasi di saham juga cukup tinggi. Karena itulah investasi saham selalu direkomendasikan paling akhir oleh para ahli keuangan, karena seseorang harus memahami betul cara kerja dan risikonya.

Literasi masyarakat terkait pasar modal memang paling rendah dibandingkan sektor keuangan lainnya. Survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016 menunjukkan, literasi keuangan sektor pasar modal hanya 4,4 persen. Pada 2019, literasi keuangan sektor pasar modal naik tipis menjadi 4,92 persen.

Investasi, apapun bentuknya, memang harus dilakukan dengan bijak. Ilmu dalam berinvestasi sangat penting agar tidak mudah diiming-imingi investasi dengan keuntungan besar dalam waktu singkat. Apalagi hanya oleh influencer yang kebetulan merasa untung dengan saham tertentu. Karena, tidak ada investasi yang membuat seseorang kaya mendadak.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement