Senin 11 Jan 2021 20:00 WIB

Wanita tak Bisa Menjadi Pencatat Pernikahan Muslim

Pencatat pernikahan Muslim tak bisa dilakukan wanita.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Wanita tak Bisa Menjadi Pencatat Pernikahan Muslim . Foto: Pernikahan
Foto: Pixabay
Wanita tak Bisa Menjadi Pencatat Pernikahan Muslim . Foto: Pernikahan

REPUBLIKA.CO.ID, BANGLADESH -- Pengadilan Tinggi Bangladesh memutuskan bahwa perempuan tidak dapat menjadi pegawai pencatat pernikahan Muslim karena "kondisi fisik" tertentu dan situasi sosial serta praktis negara tersebut.

“Harus diingat bahwa karena kondisi fisik tertentu, seorang wanita tidak dapat masuk ke masjid selama waktu tertentu dalam sebulan. Dia bahkan dibebaskan dari melaksanakan shalat wajib selama waktu tertentu. Diskualifikasi ini tidak memungkinkan dia untuk melakukan tugas keagamaan. Kami menyadari fakta bahwa pernikahan Muslim adalah upacara keagamaan dan harus dipandu oleh istilah dan aturan Islam, "kata Hakim Pengadilan Tinggi Bangladesh, Zubayer Rahman Chowdhury dan Kazi Zinat Hoqu dikutip dari thedailystar, Senin (11/1).

Hal itu disampaikan majelis hakim dalam teks lengkap putusan yang dirilis setelah mereka menandatanganinya baru-baru ini. Sebelumnya pada 26 Februari tahun lalu, hakim Pengadilan Tinggi Bangladesh memberikan putusan setelah menolak petisi tertulis yang diajukan oleh calon pencatat pernikahan, Ayesha Siddiqua, dari Dinajpur yang menentang keputusan pemerintah untuk tidak merekrutnya sebagai pegawai pencatat nikah.

Dalam putusan tersebut, Pengadilan Tinggi Bangladesh menguatkan keputusan kementerian hukum yang pada 2014 lalu menyatakan bahwa perempuan tidak dapat menjadi pencatat pernikahan karena kondisi sosial dan praktis di Bangladesh.

Pengadilan Tinggi mengatakan, peran dan tugas utama pencatat Nikah adalah untuk meresmikan pernikahan antara pengantin Muslim, yang pada dasarnya adalah upacara keagamaan.

"Karena urbanisasi yang cepat ditambah dengan kurangnya ruang terbuka, tren baru-baru ini adalah upacara Nikah yang dikhususkan di masjid (masjid) setempat," katanya.

Pengadilan Tinggi menjelaskan, upacara perkawinan tidak hanya sekadar acara keluarga atau sosial. Pada dasarnya pernikahan adalah upacara keagamaan yang memerlukan fungsi keagamaan tertentu, dan upacara pernikahan biasanya dilakukan oleh pencatat nikah sendiri atau oleh seorang imam masjid tempat upacara pernikahan berlangsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement