Senin 11 Jan 2021 05:45 WIB

Wajibkah Mengamalkan Tajwid?

Ulama menjelaskan soal pengamalan tajwid.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Wajibkah Mengamalkan Tajwid?. Foto: Membaca Alquran (ilustrasi)
Foto: Muhammad Rizki Triyana (Republika TV)
Wajibkah Mengamalkan Tajwid?. Foto: Membaca Alquran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama berbeda pendapat tentang hukum beriltizam atau komitmen dan konsisten dengan tajwid. Untuk itu hukum tajwid terbagi menjadi tiga bagian.

Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi'i karya Abu Ya'la Kurnaedi, Pertama, hukumnya wajib. Beberapa ulama berpendapat bahwa mengamalkan seluruh hukum tajwid adalah wajib bagi orang yang membaca Alquranul Karim. Sehingga orang yang meninggalkannya berdosa.

Baca Juga

Kedua, hukumnya tidak waiib. Para ulama lainnya berpendapat bahwa tidak wajib mengamalkan hukum-hukum tajwid ketika membaca Alquranul Karim. Alasannya adalah hal tersebut sangat memberatkan kaum muslimin, sedangkan

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

...وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِى الدِّيۡنِ مِنۡ حَرَجٍ...

"Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama" (Al-Hajj ayat 78)

Ketiga, hukumnya antara dua pendapat di atas. Sebagian ulama memiliki pendapat yang pertengahan dalam hal ini. Mereka memperinci hukum-hukum tajwid sebagai berikut:

a) Dari sisi makharijul huruf (tempat keluarnya huruf). Beriltizam dengannya wajib sehingga melalaikan dan meninggalkannya haram secara mutlak. Seperti

mengubah bacaan huruf ha (ح) dengan huruf kha (خ) atau ha (ه) pada (الرَّحْمَنُ).

b) Dari shifatul huruf (sifat-sifat huruf), yaitu sifat wajib dan sifat penghias. Sifat yang wajib apabila sifat itu berubah maka ia akan mengeluarkan huruf dari hakikatnya. Hukum beriltizam dengannya wajib, dan meninggalkannya haram secara mutIak. Seperti mentafkhimkan sin (س) pada (عسى) dan mentarqiqkan shad (ص) pada: (عصى).

Adapun sifat penghias seperti mentarqiqkan ra (ر) yang berharakat fathah atau dhammah, contohnya: (ارَّحْمَن الرَّحِيْم) atau: (كَفَرُوا) tidak menjelaskan sifat hams dan tafasyi, tidak memanjangkan tempo huruf rakhawah yang sukun sebagai perbandingan dengan tasydid, termasuk dari apa yang diistilahkan oleh ulama dengan lahn khafiy. Hukumnya terbagi menjadi dua, yaitu:

(1) Apabila qiraahnya dalam rangka talaqqi dan musyafahah, maka hukumnya wajib menghindari lahn khafiy dan tidak boleh (haram) secara mutlak sengaja melakukannya walaupun tidak merusak makna, karena maqam (kedudukannya) di sini adalah maqam riwayat sedangkan lahn khafiy merupakan kedustaan dalam riwayat.

(2) Apabila qiraahnya dalam rangka tilawah biasa, maka hukumnya tidak wajib. Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu:

Pertama, Jika si qari adalah orang yang mutqin (mahir) dan mengerti hukum tajwid, maka tercela bagi dirinya membaca Alquran dengan tidak memakai hukum-hukumnya.

Kedua, Jika si qari adalah orang awam, maka insya Allah tidak mengapa, karena dia meninggalkan sifat-sifat tazyiniyyah tahsiniyyah (hiasan) yang tidak mengeluarkan huruf dari tempatnya serta tidak merusak makna. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement