Jumat 08 Jan 2021 06:31 WIB
Cerita di Balik Berita

Menyamar Menjadi Pramusaji Taklukkan Jenderal Hartono

Hari itu juga saya diminta mencari dan mewawancarai Jenderal TNI R Hartono

Wartawan senior Republika, Selamat Ginting (kanan) bersama eks KSAD periode 2002-2005 dan Menhan periode 2014-2019, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu.
Foto:

Hartono berasal dari Korps Kavaleri. Akhirnya dia mencoba mengendarai tank Scorpion buatan Inggris. Saya diajak serta masuk ke dalam tank tersebut. Mungkin dia merasa kesal, karena saya menyepelekannya. Jadi ingin buktikan masih bisa mengendarai tank.

Sebuah trik pertanyaan yang menghujat dan membakar emosi nara sumber. Berhasil.

Kembali ke laptop. Hartono pun berdiri bersiap jalan keluar ruangan Balai Kartini, didampingi istrinya.

"Pak tolong rangkul saya, supaya saya tidak diusir." Sengaja saya minta seperti itu, karena ajudan dan pengawal KSAD sudah mendekat. Tentu pemandangan aneh ada jenderal bintang empat merangkul seorang pramusaji pria. Jika tidak dirangkul, mungkin saya bisa diseret para pengawalnya.

Sambil berjalan dan dirangkul Hartono, saya ajukan beberapa pertanyaan. Ia jawab dengan santai hingga berhenti di depan mobil dinasnya. Wawancara terus berlanjut sekitar satu menit. Hartono dan istri masuk ke mobil.

Sukses. Ajudan KSAD pun cemberut. Korspri KSAD ngedumel. "Dasar wartawan banyak akal."

Saya pun berlalu meningggalkan Balai Kartini. Menemui Bang Cekwan dan langsung menuju kantor di Jalan Prapanca, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kantor Jawa Pos Grup. Sedangkan kantor Harian Merdeka di Rawa Bokor, dekat Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Merdeka menjadi bagian dari Grup JPNN.

Margiono sudah menunggu di Jalan Prapanca. Langsung dia tanyakan. "Kok pakai dasi kupu-kupu? Berhasil?"

"Berhasil, Mas. Berkat dasi kupu-kupu ini. Beli pakaian baru, mohon diganti, Mas." Saya pun menyerahkan kuitansi pembelian.

Usai menulis berita. Dia puas. Saya pun dapat bonus Rp 500 ribu plus ganti pakaian penyamaran. Drakor (drama Korea) yang berhasil.

BACA JUGA: Cek Fakta: Vaksin Sinovac Disebut Paling Lemah di Dunia, Benarkah?

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement