Kamis 07 Jan 2021 18:15 WIB

Kasus Covid di Setiap Tingkatan Anak Usia Sekolah Meningkat

Anak usia sekolah menyumbang 8,87 persen dari total kasus positif Covid-19 nasional.

Pelajar membenahi masker adiknya pada hari pertama sekolah tatap muka di SD Negeri 42, Banda Aceh, Aceh, Senin (4/1). Berdasarkan analisis data Satgas Penanganan Covid-19, tren kasus positif Covid-19 di semua tingkatan anak usia sekolah meningkat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Pelajar membenahi masker adiknya pada hari pertama sekolah tatap muka di SD Negeri 42, Banda Aceh, Aceh, Senin (4/1). Berdasarkan analisis data Satgas Penanganan Covid-19, tren kasus positif Covid-19 di semua tingkatan anak usia sekolah meningkat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Haura Hafizhah, Inas Widyanuratikah

Berdasarkan hasil analisis data Covid-19, Satgas melaporkan terjadinya peningkatan kasus konfirmasi pada setiap penggolongan umur anak usia sekolah. Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, anak usia sekolah menyumbang kasus positif sebesar 8,87 persen dari total kasus nasional.

Baca Juga

“Berdasarkan hasil analisis data Covid-19 pada rentang usia sekolah, diketahui bahwa jumlahnya menyumbang sebesar 8,87 persen dari total kasus nasional,” ujar Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (7/1).

Satgas mencatat, anak pada usia setara pendidikan SD yakni 7-12 tahun menyumbang angka terbanyak terhadap kasus positif yakni 17 persen. Kemudian diikuti oleh anak usia setara SMA yakni 16-18 tahun, kemudian anak usia setara SMP yakni 13-15 tahun, anak usia setara TK yakni 3-6 tahun, dan anak usia setara PAUD yakni 0-6 tahun.

“Jika menelaah dari trennya, kita bisa menilihat terjadinya peningkatan kasus konfirmasi pada setiap penggolongan umur. Bahkan pada 3 golongan umur yaitu setara TK, Paud, dan SD kenaikannya di atas 50 persen hanya dalam kurun waktu 1 bulan,” tegas Wiku.

Dari sebaran jumlah kasusnya, diketahui sembilan provinsi yang menempati peringkat 10 besar dengan konfirmasi kasus tertinggi pada rentang usia sekolah. Yakni Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, dan Banten.

“Di mana DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah konsisten menempati peringkat 4 teratas pada seluruh golongan umur rentang usia sekolah,” tambahnya.

Lebih lanjut, Satgas juga melaporkan daerah-daerah yang menjadi kontributor kematian tertinggi pada rentang usia sekolah. Yakni di Sulawesi Utara sebesar 6,78 persen; NTB sebesar 4,72 persen; dan NTT sebesar 4,35 persen pada rentang usia 0-2 tahun.

Kemudian Jawa Timur sebesar 4,6 persen; Riau sebesar 0,73 persen; dan Kepulauan Riau sebesar 0,72 persen pada rentang usia 3-6 thn. Pada rentang usia 7-12 tahun yakni di Jawa Timur sebesar 4,6 persen; Gorontalo 1,49 sebesar persen; dan Sulawesi Tengah sebesar 1,47 persen.

Sedangkan pada rentang usia 13-15 tahun, Jawa Timur sebesar 4,96 persen; Gorontalo sebesar 2,08 persen; dan NTB sebesar 0,85 persen. Dan pada rentang 16-18 tahun yakni di Jawa Timur sebesar 4,62 persen; Gorontalo sebesar 1,6 persen; Aceh sebesar 1,53 persen.

“Data ini disampaikan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebagai bentuk transparansi Satgas kepada pemerintah daerah maupun masyarakat,” ujar Wiku.

Peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 pada anak usia sekolah dikhawatirkan akan terus terjadi menyusul rencana pembukaan sekolah pada awal tahun ini. Pekan lalu, Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengingatkan agar pemerintah pusat dan daerah mempersiapkan secara sungguh-sungguh pembukaan sekolah.

"Perlu kecermatan dan kehati-hatian, jangan sampai sekolah berpotensi kuat menjadi klaster baru," kata Retno.

Terkait hal tersebut, Retno setidaknya memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah. Pertama adalah wajib dilakukan pemetaan sekolah yang siap dan belum siap melakukan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.

"Meski zonanya hijau, tetapi sekolah belum siap, maka tunda pembelajaran tatap muka, tetap perpanjang pembelajaran jarak jauh, perlu keterlibatan aktif gugus tugas Covid-19 daerah," kata dia lagi.

Selain itu, pembelajaran tatap muka sebaiknya tidak dilakukan untuk semua mata pelajaran. Pembelajaran tatap muka mestinya dilakukan hanya untuk materi yang sulit dan sangat sulit serta memerlukan praktik langsung.

Retno juga mengusulkan, perlu adanya panduan atau acuan bagi sekolah dan daerah saat menggelar pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh secara campuran. Hal ini terkait dengan jika ada siswa yang tidak diizinkan orang tuanya berangkat sekolah ataupun jika sekolah memutuskan untuk melakukan pembelajaran hybrid atau campuran jarak jauh dan tatap muka.

Lebih lanjut, Retno juga mendorong agar sekolah harus didampingi dan diukung pendanaannya untuk menyiapkan infrastruktur dan protokol kesehatan di satuan pendidikan. "Kalau belum siap, sebaiknya tudan buka sekolah pada Januari 2021," ujar Retno.

Berbeda dengan KPAI, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyarankan agar rencana pembukaan sekolah tatap muka di berbagai daerah ditunda. Adanya varian jenis baru virus corona yang bisa menyebar dan menginfeksi lebih cepat daripada varian yang lama menjadi salah satu pertimbangan Zubairi.

"Usul saya, sekolah tatap muka sebaiknya ditunda. Wajib. Apalagi dengan adanya varian baru Covid-19 dan angka positivity rate kami masih di atas 20 persen. Saya tahu ini tidak nyaman. Tapi ini untuk keselamatan jiwa anak-anak kami dan keluarganya," katanya dalam cuitan di akun Twitter miliknya pada (30/12).

Ia mengakui pernah memaparkan tentang pencegahan penularan virus Covid-19 jika sekolah tatap muka tetap dilaksanakan. Seperti menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.

"Saya memang pernah buat cuitan tentang pencegahan penularan virus Covid-19 jika sekolah tatap muka tetap dilaksanakan. Betul. Itu jadi pilihan akhir yang bisa dilakukan ketika kebijakan tersebut sudah terlanjur berjalan. Tapi kalau akhirnya ditunda, itu bagus banget. Dua jempol," kata dia.

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan juga menilai, saat ini memang lebih aman untuk melakukan pembelajaran melalui sistem jarak jauh (PJJ) atau di rumah daripada sekolah tatap muka. Sebab, kasus Covid-19 di Indonesia setiap hari makin meningkat.

"IDAI sama dengan rekomendasi sebelumnya ya terkait sekolah tatap muka. Sebaiknya, tanya pak Menkes Baru juga saja terkait hal tersebut," katanya saat dihubungi Republika pada (30/12).

photo
Sekolah Tatap Muka (ilustrasi) - (Republika/Mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement