Kamis 07 Jan 2021 17:12 WIB

Harga Kedelai Melambung, Produsen Tempe Bersiasat

Produsen tahu dan tempe melakukan adaptasi pada produknya demi menutup biaya produksi

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Pekerja membuat tempe di sentra perajin tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Senin (4/1/2021). Perajin tempe setempat berupaya mengurangi kerugian akibat melonjaknya harga kedelai impor dari Rp.6.750 menjadi Rp.9.100 per kilogram dengan memperkecil ukuran tempe yang dijual.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Pekerja membuat tempe di sentra perajin tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Senin (4/1/2021). Perajin tempe setempat berupaya mengurangi kerugian akibat melonjaknya harga kedelai impor dari Rp.6.750 menjadi Rp.9.100 per kilogram dengan memperkecil ukuran tempe yang dijual.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Produsen tempe di Jakarta Timur (Jaktim) melakukan adaptasi dengan memperkecil ukuran hingga menaikkan harga jual ke konsumen. Hal itu dilakukan demi mengantisipasi melambungnya harga bahan baku kacang kedelai impor.

"Sekarang ini ada produsen yang menaikkan harga, tapi ada juga yang mengurangi takaran bahan, jadi ukurannya diperkecil. Kalau saya pilihnya naikkan harga sekitar 20 persen tapi bahan baku tetap seperti biasanya," kata produsen tempe di Primkopti, Setu, Kecamatan Cipayung, Nur Indah, di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Indah memilih menaikkan harga agar tidak mengalami kerugian selama harga kacang kedelai mengalami kenaikan. Dia baru memulai lagi produksi usai ikut serta dalam aksi mogok produksi pengrajin tahu tempe yang terjadi pada 1-3 Januari 2021.

Menurut pengusaha yang mempekerjakan lima orang pegawai itu, aksi mogok produksi merupakan bagian dari solidaritas pedagang maupun produsen untuk mengembalikan harga bahan baku ke harga normal. "Sekarang baru mulai lagi di pasaran pada jualan. Kemarin kita sepakat libur dulu, harapannya mudah-mudahan kedelainya turun. Namun tetap saja tinggi (harganya)," kata Indah.

Sekretaris Koperasi Produsen Tahu-Tempe DKI Jakarta Handoko mengatakan selain menaikkan harga, sejumlah produsen ada juga yang mengurangi takaran bahan baku untuk menutup kerugian akibat kenaikan harga kacang kedelai. "Untuk tempe per pengrajin biasanya butuh kacang kedelai rata rata 50-80 kilogram per hari," katanya.

Namun untuk menyesuaikan dengan harga bahan baku saat ini, sebagian produsen mengurangi ukuran tempe. Kepala Satuan Pelaksana Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Timur Risa Maurina mengatakan harga tempe di pasaran saat ini mengalami kenaikan beragam sesuai ukurannya.

"Temuan di pasar tradisional yang biasanya ukuran sedang Rp 4.000 jadi Rp 5.000 per papan. Kalau yang besar atau lebar dari Rp 10 ribu jadi Rp 12 ribu per papan. Secara umum rata-rata kenaikannya sekitar 17 persen," terang Risa.

Risa memastikan kelangkaan komoditas tahu dan tempe hanya terjadi pada saat pedagang maupun produsen mogok kerja. Namun saat ini stok tahu tempe sudah kembali normal.

"Kelangkaan baru kemarin saja. Itu juga sebenarnya mereka dagang, cuma pas waktu pagi saja. Pengadaannya khusus untuk pelanggan," katanya.

Risa menambahkan para produsen dan pedagang tahu tempe saat ini sedang menunggu kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga kedelai. "Mereka lebih banyak menunggu, kalau ada kebijakan penurunan harga kedelai, mereka akan berproduksi seperti biasa. Memang sekarang ini agak menurun produksinya," ungkapnya.

Harga kacang kedelai impor saat ini berkisar Rp 9.200 hingga Rp 10 ribu per kilogram. Padahal, harga kedelai sebelumnya berkisar Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per kilogram.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Syailendra mengatakan kenaikan harga kedelai ini bukan karena stok yang menipis, melainkan akibat harga kedelai di tingkat global juga mengalami kenaikan. Kondisi tersebut berdampak pada harga kedelai impor ke Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement