Rabu 06 Jan 2021 06:51 WIB

Hak Asuh dalam Islam, Siapa Saja yang Berhak Dapat?

Islam mengatur soal hak asuh.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Hak Asuh dalam Islam, Siapa Saja yang Berhak Dapat?. Foto: Keluarga Bahagia (ilustrasi)
Foto: Foto : Mardiah
Hak Asuh dalam Islam, Siapa Saja yang Berhak Dapat?. Foto: Keluarga Bahagia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hak asuh dalam Islam apabila orang tua kandung anak berhalangan hadir memberikan kewajiban pengasuhan terhadap anak, maka hak asuh bisa diserahkan kepada orang-orang tertentu. Dalam hal ini, Islam mengatur dan menentukan siapa-siapa saja yang berhak.

Dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama karya Muhammad Bagir dijelaskan, pada dasarnya ibu kandung didahulukan dari siapapun selainnya dalam hal mengasuh anak yang belum mumayyiz (dewasa). Kecuali apabila dia tidak memenuhi persyaratan pengasuhan atau berhalangan semisal sakit atau meninggal dunia.

Baca Juga

Maka, hak asuh kepada anak itu akan berpindah ke kerabat terdekat dari pihak ibu. Yakni ibu dari ibu (nenek dari pihak ibu). Selanjutnya apabila nenek seperti itu tidak memenuhi persyaratan, maka hak asuh berpindah dari garis ibu ke garis ayah.

Kemudian hak asuh juga bisa diserahkan kepada saudara perempuan sekandung, kemudian ke saudara perempuan seibu, ke saudara perempuan seayah, ke saudara perempuan ibu (bibi) yang sekandung, lalu ke saudara perempuan ibu yang seibu saja.

Setelah itu, hak asuh juga bisa diberikan kepada saudara perempuan ibu seayah dan seterusnya. Yakni perempuan yang dianggap paling dekat dan juga paling menyayanginya dan disayang oleh si anak. Namun apabila tidak ada kerabat dekat perempuan seperti tersebut, maka hak asuh dapat berpindah ke saudara laki-laki dari ayah dan seterusnya.

Namun yang perlu dicatat adalah, orang yang mendapatkan hak asuh juga tak lepas dari persyaratan yang menyertainya. Yakni dia harus berakal sehat, balig, memiliki kapasitas mengasuh, berperilaku baik, dan beragama Islam.

Di sisi lain, apabila seorang ibu menikah lagi dengan laki-laki lain (dalam kasus perceraian) maka gugurlah haknya untuk mengasuh anaknya yang belum mumayyiz. Hal ini sebagaimana hadis Nabi: “Engkau (istri) lebih berhak mengasuh daripada ayahnya, selama engkau tidak menikah lagi dengan laki-laki lain,”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Al-Hakim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement