Selasa 05 Jan 2021 10:17 WIB
Cerita di Balik Berita

Gagal Masuk DPR Saat Soeharto Lengser

Karena gas air mata, aku gagal masuk ke DPR saat demo pelengseran Soeharto pada 1998.

Aksi Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR di Jakarta (19/05/1998), untuk melengserkan Presiden Soeharto. Ini dilakukan setelah peristiwa penembakan terhadap Mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 yang membuat seluruh masyarakat marah dan berduka.
Foto: Teguh Indra/Republika
Aksi Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR di Jakarta (19/05/1998), untuk melengserkan Presiden Soeharto. Ini dilakukan setelah peristiwa penembakan terhadap Mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 yang membuat seluruh masyarakat marah dan berduka.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Subroto, Jurnalis Republika

Situasi di Jakarta, Mei 1998 panas. Demo mahasiswa terjadi di mana-mana. Mahasiswa bergerak menuju Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta. Mereka menuntut reformasi, menuntut Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden.

Saat itu aku masih meliput di  desk ekonomi. Tapi naluri wartawan kadang tak mengenal pos liputan. Jadi aku usahakan meliput ke Gedung MPR/DPR yang menjadi pusat aksi demo mahasiswa.

Aku harus jadi bagian sejarah yang menyaksikan dan mencatat peristiwa itu. Begitu tekadku.

Sehabis liputan di pos ekonomi, aku hendak mendatangi gedung MPR/DPR Senayan. Ribuan mahasiswa mengalir ke Senayan.

Barisan polisi berjaga-jaga di berbagai sudut. Lengkap dengan peralatan huru-hara, water cannon, dan gas air mata. Sulit untuk menembusnya.

Aku memilih masuk dari arah Stadion Utama Senayan (GBK) dan berjalan kaki melewati depan Studio TVRI di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan. Jalanan sudah padat dengan demostran. Mereka berteriak-teriak meminta Presiden Soeharto mundur.

photo
Aksi Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR di Jakarta (19/05/1998), untuk melengserkan Presiden Soeharto. Ini dilakukan setelah peristiwa penembakan terhadap Mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 yang membuat seluruh masyarakat marah dan berduka - (Teguh Indra/Republika)

Menjelang fly over Senayan, tiba-tiba dari arah berlawanan mahasiswa berlarian. Batu-batu dan botol berhamburan entah dari mana datangnya.

“Munduur….,” teriak seorang mahasiswa memberi aba-aba.

Teman-temannya tak mendengarkan. Yang lain tetap saja merangsek maju sambil melemparkan benda-benda di sekitarnya.

Aku mencoba menghindari aksi lempar-lemparan itu, melindungi kepala dengan ransel. Nekat saja terus berusaha menuju ke gedung wakil rakyat bersama dengan para mahasiswa.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement