Seorang pengarang memang dapat bertindak sebagai ‘tuhan yang maha berkehendak dan maha menentukan’. Pengarang juga dapat secara otoriter mematikan para tokoh di dalam cerpen.
Kematian-kematian itu terjadi secara tragis, seperti kematian tokoh Guru Hong, Razedia Omdege, dan Briana Prameswari dalam cerpen “Tarian Kematian” atau tokoh Yati dan bapaknya pada “Rasuk Pagebluk”; tokoh Odah pada “Sebidang Taman yang Tak Pernah Kita Punya”, dan juga tokoh-tokoh: Mang Embot, Ambu, dan Haji Dulgani pada “Putik Safron di Sayap Izrail.
Kecuali, tokoh pada “Seribu Purnama Penantian dan “Mahligai Indah” yang meninggal karena suatu penyakit, kematian tokoh-tokoh lainnya pada cerpen-cerpen itu disebabkan oleh wabah virus yang memang sedang melanda dunia secara global sejak awal tahun 2020 dan hingga saat ini belum memperlihatkan kondisi yang mereda.
Meskipun pengarang tidak menyebutnya sebagai virus covid 19, namun dari gejala-gejala yang dijelaskan memperlihatkan para tokoh yang mengalami kematian terpapar virus tersebut.
Sebagai penutup, menurut saya cerpen-cerpen pada antologi ini merupakan cerpen rasa novel. Setiap cerpen berpotensi dikembangkan menjadi novel. Dan ini memang kepiawaian ANB, yang sebenarnya adalah pengarang novel. Beberapa novel karya ANB memang berangkat dari sebuah cerpen.
Kita tunggu kehadiran novel dari salah satu antologi cerpen ini ya. Sementara menunggu lahirnya novel-novel ANB, mari kita baca terlebih dahulu cerpen rasa novel dari antologi novel ke-2 ANB ini. Selamat membaca.