Selasa 05 Jan 2021 00:10 WIB

Pemkot Bekasi Sediakan 5.000 Rapid Antigen Gratis

Pemkot Bekasi juga telah menyediakan rapid tes dan swab gratis di beberapa faskes

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas kesehatan memeriksa sampel lendir pengunjung saat rapid test antigen (ilustrasi)
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas kesehatan memeriksa sampel lendir pengunjung saat rapid test antigen (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota Bekasi akan menyediakan rapid tes antigen gratis sebanyak 5.000 buah kepada warganya. Hal ini disampaikan oleh Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, dalam pernyataan pers di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Senin (4/1).

Sebelumnya, Pemkot Bekasi telah menyediakan rapid tes dan swab secara gratis bagi warga di sejumlah fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan stadion. “Sekarang kita mau menambah rapid antigen. Kita sudah sediakan 5.000 sudah siap,” jelas Rahmat Effendi.

Baca Juga

Nantinya, kata dia, penyediaan tes usap atau polymerase chain reaction (PCR) juga akan disediakan secara mobile menggunakan mobil. “PCR kit-nya kita mau nambah pakai mobil. Nanti di mobil itu Ada swab PCR kit, ada rapid antigen dan rapid antibodi,” jelasnya.

Adapun, sejak Maret hingga 2 Januari 2021, total tes usap yang sudah dilakukan oleh Pemkot Bekasi sudah mencapai 122.151 kit. Namun, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan, Kota Bekasi, Dezy Syukrawati, mengatakan, jumlah PCR-kit yang sudah digunakan tidak mewakili jumlah orang yang dites. Sebab, ada juga pengulangan PCR-kit. “Untuk 122.151 PCR yang terpakai itu bukan jumlah orang ya, tetapi termasuk pengulangan,” kata Dezy menambahkan.

Sejauh ini, Kota Bekasi mendapatkan support tes rapid antigen dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat dan juga Provinsi Jawa Barat. Dezy menyebut, jumlah pemeriksaan swab per pekan di atas standar World Health Organization (WHO). Hasilnya, ada 23.449 sampel yang positif.

“Dari jumlah tersebut, ada 23.449 yang positif. Dan hasil positif memang lebih tinggi dari WHO. Sebab trackingannya banyak,” tutur Dezy.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement