Senin 04 Jan 2021 08:31 WIB

Kedelai Impor Mahal, Kementan: Petani Kedelai Bantu Pasok

Kedelai impor yang digunakan produsen tahu tempe tidak melalui rekomendasi kementan

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Pengrajin tempe beraktivitas di salah satu Sentra Produksi Tempe, Utan Panjang, Jakarta, Ahad (3/1). Sebagai bentuk protes melonjakanya harga kedelai impor yang mencapai Rp 9.500 per kilogram dari harga normal Rp7.200 per kilogram, Sejumlah produsen tahu dan tempe di Jabodetabek menggelar aksi mogok dagang pada 1 s/d 3 Januari 2021. Mereka meminta pemerintah untuk membuat skema tata niaga kedelai yang saling menguntungkan demi menjaga stabilitas harga untuk kenyamanan pelaku UKM tersebut yang jumlahnya cukup besar.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Pengrajin tempe beraktivitas di salah satu Sentra Produksi Tempe, Utan Panjang, Jakarta, Ahad (3/1). Sebagai bentuk protes melonjakanya harga kedelai impor yang mencapai Rp 9.500 per kilogram dari harga normal Rp7.200 per kilogram, Sejumlah produsen tahu dan tempe di Jabodetabek menggelar aksi mogok dagang pada 1 s/d 3 Januari 2021. Mereka meminta pemerintah untuk membuat skema tata niaga kedelai yang saling menguntungkan demi menjaga stabilitas harga untuk kenyamanan pelaku UKM tersebut yang jumlahnya cukup besar.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kenaikan harga kedelai impor berimbas pada naiknya harga produk makanan tahu dan tempe yang digemari sebagian masyarakat Indonesia. Kenaikan harga kedelai turut menjadi hambatan bagi para produsen tahu dan tempe karena akan meningkatkan harga jual secara signifikan.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi, mengatakan, pada Senin (4/1) pihaknya akan memfasilitasi kerja sama antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan gabungan kelompok petani (gapoktan) kedelai binaan Kementan."Ada MoU (memorandum of understanding) antara Gakoptindo dengan para petani kedelai, untuk menyerap kedelai lokal," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (3/1).

Suwandi mengatakan, kedelai impor yang selama ini digunakan oleh mayoritas produsen tahu dan tempe tidak melalui rekomendasi kementan. Sebab, kedelai merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam daftar non larangan terbatas.

Karena itu, importasi Kementan tidak dipersulit oleh pemerintah lantaran tidak ada rekomendasi impor sebelum importir memasukkan kedelai dari negara produsen.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan kecukupan stok kedelai untuk kebutuhan industri tahu tempe secara nasional hingga tiga bulan mendatang. Nantinya, harga kedelai akan disesuaikan pada tingkat perajin.

Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), saat ini stok kedelai nasional di gudang importir sekitar 450 ribu.

Sekjen Kemendag Suhanto mengakui kenaikan harga kedelai cukup signifikan. Ia mengatakan, saat ini penyesuaian harga kedelai masih mengikuti kenaikan harga kedelai dunia pada 2020 dari 11,82 dolar AS per bushels menjadi 11,92 dolar AS per bushles atau naik sembilan persen."Tapi kami sudah berkoordinasi dengan penyedia kedelai untuk menyiapkan bahan baku guna mencukupi kebutuhan kedelai dua bulan sampai tiga bulan mendatang," kata Suhanto.

Menurut Suhanto, Kemendag juga melakukan penyesuaian harga kedelai impor dengan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo). Per November 2020, dari harga kedelai impor tingkat perajin sebesar Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 9.300 sampai Rp 9.500 per kilogram pada Desember atau naik 3,33 persen.

Ia berharap barang tersedia di pasar, baik bahan baku maupun produknya. "Kami melakukan koordinasi baik importir maupun Kementan (yang bertanggung jawab produksi dalam negeri) harus juga didorong, agar petani semangat menanam," kata dia.

Suhanto mengakui, saat ini kenaikan harga dikarenakan kenaikan permintaan konsumsi dari China, dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat seperti Los Angeles, Long Beach, dan Savannah.

Hal tersebut menghambat pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia. Di dalam negeri, kata Suhanto, distribusi tidak ada masalah, hanya tergantung masalah harga internasional.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement