Senin 04 Jan 2021 05:20 WIB

Aa Gym: Medsos Berpotensi Merusak Amal

Senang memperlihatkan amal berawal dari senangnya memperlihatkan dunia.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap Muslim harus mempersiapkan diri jika ajal datang. Tolak ukur kesuksesan di dunia adalah meninggal dengan keadaan khusnul khotimah. Untuk mencapai itu, harus ada perbekalan di dunia yang harus dipersiapkan, yaitu amal shaleh. K.H. Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym mengatakan setiap akan melakukan sesuatu hendaknya mempertanyakan apakah kegiatan itu ada amal shalehnya atau tidak.

“Setiap waktu pikiran kita tanya, ini yang saya lakukan jadi amal atau tidak. Mau belajar pun jadi amal shaleh atau tidak? Termasuk apakah shalat merupakan amal shaleh? tergantung. Kalau niatnya riya tidak jadi amal shaleh,” kata Aa Gym dalam video bertajuk Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Sifat Riya di kanal Youtube Aagym Official.

Aa Gym menjelaskan, amal terbagi menjadi dua. Ada amal sah dan amal yang diterima oleh Allah. Misal, haji bisa menjadi sah karena semua rukunnya dilakukan dengan tepat. Namun, haji tersebut tidak diterima Allah lantaran niatnya yang tidak benar.

Saat ini, dunia media sosial (medsos) telah berkembang dengan pesat. Dunia medsos kata dia dapat merusak niat. Sebab, salah satu yang berpotensi merusak amal adalah rasa senang jika amalan tersebut diketahui orang lain. Biasanya, senang memperlihatkan amal berawal dari senangnya memperlihatkan dunia.

“Senangnya memperlihatkan amal itu biasanya diawali dengan senangnya memperlihatkan dunia. Kita mempunyai barang, senang diketahui orang, lalu orang memujinya. Hati ini seperti bahagia, dan rasa itu nagih,” ujar dia.

Jika tidak dihentikan, rasa tersebut akan berpengaruh terhadap memamerkan amal. Orang yang sudah terbiasa senang dipuji dalam urusan dunia saat mengobrol pun akan terasa beda. Obrolan itu akan dikemas sedemikian rupa seperti didramatisir demi dipuji orang. “Mereka ingin dianggap pintar, bahasanya fasih dan lain-lain. Pokoknya mengobrolnya itu bukan cari kebenaran tapi lagi mencari kedudukan di hati orang dan diakui orang,” ucap dia.

Gejala awal itu merupakan awal dari penyakit riya. Oleh karena itu, selagi bisa dihentikan, hentikan secara perlahan dan terapkan sikap bijak dalam menggunakan jejaring sosial.

“Selalu tanyakan sebelum melakukan sesuatu, ini menjadi amal atau tidak. Tanya terus dalam diri. Kalau rajin bertanya, kita akan lebih punya peluang untuk mengambil sikap lebih baik dibanding dengan yang tidak bertanya,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement