Ahad 03 Jan 2021 18:12 WIB

Komnas HAM: Pemidanaan Kritik Terhadap Pemerintah Meningkat

Survei Komnas HAM mengungkap ketakutan warga menyampaikan kritik terhadap pemerintah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapasara .
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapasara .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemidanaan terhadap penyampaian pendapat, dan kritik menjadi catatan serius dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap pemerintahan saat ini.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan, pemerintah, pun aparat penegak hukum perlu mengerem upaya pemenjaraan individu, maupun kelompok-kelompok yang kerap melakukan kritik, dan penyampaian pendapat atas kinerja pemerintahan.

Baca Juga

Beka Ulung mengatakan, Komnas HAM memang belum melakukan rekapitulasi jumlah kasus terkait kritik, dan penyampaian pendapat yang berujung pada pemenjaraan.

Tetapi, Beka Ulung meyakini, tingginya dinamika, dan polarisasi politik domestik yang terjadi sepanjang 2019-2020, membuat angka pemidanaan terhadap para kritikus dalam menyampaikan pendapat.

“Kalau detailnya tentang berapa yang dipidana terkait ini, memang Komnas HAM belum menghitung. Tetapi, kecenderungan penyampaian pendapat, dan kritik yang berujung ke pemidanaan, sangat meningkat dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Beka Ulung saat dihubungi, Ahad (3/1).

Karena itu, Komnas HAM, dalam rilis akhir tahunnya (30/12), menebalkan saran kepada pemerintah, agar melakukan evaluasi terhadap penerapan UU ITE yang selama ini dijadikan sarana pemidanaan para penyampai kritik.

“Pelaporan untuk memidanakan kritik, dan menyampaikan pendapat ini banyak. Mulai dari individu, kampus, bahkan pejabat negara, dan pendukung-pendukungnya,” terang Beka Ulung.

Menurut dia, pemidanaan terhadap kritik tersebut, pun tak cuma terjadi di level tingkat nasional terhadap aktivis-aktivis pusat. Melainkan, juga dikatakan dia, tren pelaporan yang berujung pemidanaan terhadap kritik, juga masif terjadi di daerah-daerah.

“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) besar bagi pemerintah, dan juga aparat penegak hukum, untuk mampu membedakan yang mana kritik, yang mana pendapat, yang mana kabar bohong atau hoaks, dan yang mana informasi SARA, ataupun hasutan,” terang Beka.

Karena, menurut dia, pembungkaman terhadap kritik, sama artinya menutup kanal partisipasi pemerintah, dalam memberikan asupan saran dalam pemerintahan.

“Pemerintah, harus mendasarkan kritik, dan penyampaian pendapat tersebut, sebagai pemenuhan hak atas demokrasi, dan pemenuhan hak untuk bebas berpendapat,” terang Beka Ulung.

Komnas HAM, sebelumnya menilai tingginya tingkat ketakutan warga negara dalam penyampaian kritik, dan pendapat terhadap pemerintah.

Laporan akhir tahun Komnas HAM 2020 mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Maruf Amin, mengevaluasi konsep pemidanaan terhadap warga negara yang menyampaikan kritik, dan pendapat.

BACA JUGA: Jack Ma: Dulu Dipuja-puji, Kini Musuh Nomor Satu China

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement