Ahad 03 Jan 2021 14:01 WIB

Melonjaknya Impor Cina, Picu Kenaikan Harga Kedelai

Tata niaga kedelai menganut sistem perdagangan bebas yang berpengaruh bagi Indonesia

Rep: m nursyamsi/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja memproduksi tahu dari bahan kedelai di salah satu sentra produksi tahu di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (10/8/2020). Menurut salah satu produsen, produksi tahu menurun sekitar 50 persen dari rata-rata 200 kuintal per hari menjadi 100 kuintal akibat naiknya harga kedelai impor karena pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA /Harviyan Perdana Putra
Pekerja memproduksi tahu dari bahan kedelai di salah satu sentra produksi tahu di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (10/8/2020). Menurut salah satu produsen, produksi tahu menurun sekitar 50 persen dari rata-rata 200 kuintal per hari menjadi 100 kuintal akibat naiknya harga kedelai impor karena pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin mengatakan rencana menaikkan harga tempe dan tahu mulai Senin (4/1) merupakan konsekuensi dari naiknya harga kedelai di pasar dunia.

Aip menyampaikan harga kedelai pada dua bulan hingga tiga bulan lalu masih berada di angka Rp 6 ribu per kg sampai Rp 7 ribu per kg, namun saat ini, harga kedelai melonjak hingga Rp 9.300 per kg. Angka tersebut belum termasuk ongkos produksi."Di samping biaya produksi, harga kedelai dunia juga naik karena permintaan yang luar biasa dari Cina," ujar Aip, Ahad (3/1).

Aip menjelaskan tata niaga kedelai menganut sistem perdagangan bebas sehingga kenaikkan harga kedelai dunia tentu akan berpengaruh bagi Indonesia. Sebelum adanya perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat (AS), negeri Tirai Bambu mengimpor sekitar 65 juta ton hingga 75 juta ton kedelai dari AS, Brasil, dan Argentina setiap tahunnya. Pesanan kedelai Cina mengalami penurunan akibat perang dagang akibat adanya pengenaan bea masuk.

Berdasarkan data United State Export Soybean setelah perang dagang, kata Aip, Cina telah memesan 100 juta ton kedelai dari AS, Brasil, dan Argentina. Aip menyebut Cina memesan beragam jenis kedelai, mulai dari kedelai kelas satu hingga kedelai kelas empat, baik untuk makanan ternak, konsumsi masyarakat, hingga bahan baku untuk fish oil."United State Export Soybean bilang banyaknya pesanan kedelai dari Cina karena untuk persiapan Imlek. Selain itu, pemulihan ekonomi di Cina juga sudah berjalan," ucap Aip.

Aip mengatakan besarnya impor kedelai Cina memang tidak mengganggu pasokan impor kedelai ke Indonesia. Aip menyebut pasokan impor kedelai Indonesia hanya sekitar 2,6 juta ton sampai 3 juta ton per tahun. Indonesia juga memiliki pasokan kedelai lokal yang mencapai 400 ribu ton per tahun. Indonesia pun hanya mengimpor kedelai kualitas wahid yang diperuntukan konsumsi masyarakat."Kebutuhan kedelai kita setahun hanya 3 juta ton. Bahkan stok kedelai impor kita masih ada sekitar 400 ribu ton, masih cukup untuk beberapa bulan ke depan," lanjut Aip.

Persoalannya, kata Aip, banyaknya pesanan kedelai dari Cina mengakibatkan meningkatnya ongkos distribusi yang berdampak langsung pada kenaikan harga kedelai dunia.

Hal ini yang kemudian mendasari para pengrajin tempe dan tahu melakukan aksi mogok produksi dan penjualan sejak Jumat (1/1) hingga Ahad (3/1)."Biaya produksi sekarang sudah lebih mahal daripada harga jual yang selama ini berlaku, jadi rugi," ucap Aip.

Aip memaparkan harga kedelai pada dua bulan hingga tiga bulan lalu masih berada di angka Rp 6 ribu per kg sampai Rp 7 ribu per kg dengan ongkos produksi sebesar Rp 5 ribu sehingga harga jual tempe dan tahu berada di angka Rp 11 ribu sampai Rp 12 ribu per kg. Namun saat ini, harga kedelai melonjak hingga Rp 9.300 per kg. Angka tersebut belum termasuk ongkos produksi yang bisa mencapai Rp 5 ribu sehingga harga jual tempe dan tahu diusulkan naik menjadi Rp 14 ribu sampai Rp 15 ribu per kg.

Aip mengatakan kenaikkan harga tempe dan tahu maksimal 20 persen dari harga semula yang sebesar Rp 11 ribu per kg sampai Rp 12 ribu per kg. Aip berharap pemerintah dan masyarakat memahami kesulitan yang dialami para pengrajin akibat adanya kenaikkan harga kedelai dan biaya ongkos produksi."Masyarakat tolong mengerti kalau kami hanya ingin menaikkan harga sedikit dan bukan untuk mencari kekayaan, tapi hanya untuk sekadar makan agar bisa bertahan di tengah kondisi saat ini," kata Aip.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement