Ahad 03 Jan 2021 00:35 WIB

Maklumat Kapolri tentang FPI Bertentangan UU Penyiaran

maklumat Kapolri khususnya Pasal 2 D bertentangan dengan UU dan konstitusi negara.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Muhammad Akbar
Kadivhumas Polri Irjen Pol Argo Yuwono (kanan) didampingi Karopenmas Brigjen Pol Rusdi Hartono (kiri) menunjukkan surat Maklumat Kapolri tentang Larangan Simbol FPI di kantor Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/1/2021). Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengeluarkan maklumat soal pelarangan simbol, serta kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dan meminta masyarakat untuk tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.
Foto: Antara/Reno Esnir
Kadivhumas Polri Irjen Pol Argo Yuwono (kanan) didampingi Karopenmas Brigjen Pol Rusdi Hartono (kiri) menunjukkan surat Maklumat Kapolri tentang Larangan Simbol FPI di kantor Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/1/2021). Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengeluarkan maklumat soal pelarangan simbol, serta kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dan meminta masyarakat untuk tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG- Pengamat politik Universitas Andalas Najmuddin Rasul menilai maklumat Kapolri mengenai larangan muatan konten informasi dan berita tentang Front Pembela Islam (FPI) bertentangan dengan Undang Undang penyiaran.

Selain itu juga bertentangan juga UU Pers sebagai pilar ke empat dalam negara demokrasi.  "Maklumat Kapolri tentang FPI itu bertentangan dengang UU penyiaran dan peran pers," kata Najmuddin kepada Republika.co.id, Sabtu (2/1).

Najmuddin menjelaskan sebelum reformasi, penguasa otoriter dan militarisme era order baru cenderung membatasi ruang gerak pers dan civil society. Di tahun 1998 terjadi perubahan sistem pemerintahan yaitu demokratisasi yang ditandai dengan jatuhnya rezim otoriter dan militerism.

"Di era ini pers menjadi pilar ke-4 Demokrasi. Civil society diberi ruang untuk mekakukan partisipasi politik," ucap Najmuddin.

Ia mengingatkan lagi kebebasan pers sudah diperkuat dengan dengan UU no.40/1999 tentang pers. Selain itu Kebebasan berserikat dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.

Najmuddin merasa maklumat Kapolri khususnya Pasal 2 D bertentangan dengan UU dan konstitusi negara. Lagi pula menurut dia maklumat itu tidak ada dalam hirarkhi perundang-undangan.

 

Sebelumnya diberitakan Kapolri Jenderal Idham Azis melarang masyarakat untuk mengankses hingga menyebarluaskan konten terkait Front Pembela Islam (FPI).

Hal tersebut mengacu pada penerbitan maklumat bernomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.

Maklumat juga melarang masyarakat untuk tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.

Publik diminta segera melaporkan kepada aparat berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement