Sabtu 02 Jan 2021 08:54 WIB

Tadabbur Surat An-Nisa Ayat 9 di Penjara

Menjadi petugas penjara seringkali membuat saya melihat hal-hal yang baik

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Tadabbur Surat An-Nisa Ayat 9 Di Penjara | Suara Muhammadiyah
Tadabbur Surat An-Nisa Ayat 9 Di Penjara | Suara Muhammadiyah

SUARA MUHAMMADIAH -- Oleh Royyan Mahmuda Al’Arisyi Daulay

Menjadi petugas penjara seringkali membuat saya melihat hal-hal yang baik, tetapi tidak pernah diketahui oleh khalayak publik.

Semisal, pembinaan yang humanis dilakukan oleh para petugas lapas hingga waktu kunjungan keluarga narapidana yang kadang membuat saya berderai air mata.

Seperti saat sebelum covid-19 melanda, saya pernah mendapatkan tugas untuk mewawancarai salah seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tepat saat waktu kunjungan tiba.

Memang waktu kunjungan narapidana selalu memiliki cerita uniknya. Mungkin karena waktu kunjungan ini adalah momentum bertemunya rasa dan cinta antar manusia yang terpisah.

Kali ini yang membuat saya terenyuh saat melihat seorang anak kecil (saya taksir sekira 6 tahunan) memeluk erat seorang napi yang menggunakan jas oranye. Pelukannya erat dan berulang kali.

Kadang diiringi tawa renyah yang menambah suasana semakin ramah. Mungkin napi tersebut adalah ayahnya. Saya tidak tahu pasti, tetapi sebagai seorang ayah juga, insting saya mengatakan demikian.

Lalu, saya mendapat konfirmasi langsung darinya bahwa dugaan saya benar. Hal yang lebih menarik adalah ketika sang narapidana ini berkeluh kesah kepada saya tentang anaknya.

Dia merasa sedih dan kasihan, karena anaknya menjadi malu akibat perbuatannya. Bahkan dia khawatir anaknya tadi akan mencotohnya atau malah menjadi depresi akibat stigma yang telah melekat sebagai “anak seorang napi”.

Dari ucapan narapidana tersebut saya jadi terpikirkan tentang salah satu firman Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Dalam surat An-Nisa ayat 9, Allah berfirman yang artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Memang pada dasarnya seorang ayah ingin agar anaknya dapat lebih baik dan melampauinya dalam hal apapun, termasuk urusan dunia maupun akhiratnya. Harapan agar di masa yang akan datang anak bisa lebih baik dari saat ini akan selalu terbesit dalam pikiran seorang ayah.

Seorang ayah akan selalu bersusah payah setiap hari untuk mencari nafkah bagi anaknya, namun saat melihat senyum  sang anak, rasa lelah luluh menjadi rasa bungah.

Padahal secara logika kita yang capek dan lelah, malah yang menikmati orang lain. Namun bukannya sedih atau kecewa melainkan bangga dan bahagia ketika anak dapat terpenuhi segala kebutuhannya.

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement