Jumat 01 Jan 2021 17:34 WIB

Pertamina-Kimia Farma Produksi Bahan Baku Obat

Di tengah pandemi Covid-19 ada sebuah peluang usaha yang menjadi berkah

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Pertamina dan PT Kimia Farma sepakat membangun pabrik farmasi paracetamol.
Foto: borneomagazine.com
Pertamina dan PT Kimia Farma sepakat membangun pabrik farmasi paracetamol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertamina dan PT Kimia Farma sepakat membangun pabrik farmasi paracetamol. Sinergi tersebut diwujudkan dengan penandatanganan Head of Agreement (HoA) Proyek Petrochemical to Pharmaceutical antara PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Kimia Farma mengenai Pengembangan Proyek Produksi Paracetamol dari Benzene.

Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Ignatius Talulembang dan Direktur Utama PT Kimia Farma, Verdi Darmo. Turut menyaksikan penandatanganan  tersebut, Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Direktur Digital Healthcare Bio Farma, Soleh Ayubi.

Baca Juga

“Alhamdulillah, kerja sama dalam pembangunan pabrik farmasi dapat dijalankan dengan baik. Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh tim yang sudah merumuskan kerja sama ini sejak Maret lalu,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

 

Nicke menambahkan, di tengah pandemi Covid-19 ada sebuah peluang usaha yang menjadi berkah untuk semua pihak dalam pengembangan bahan baku farmasi. "Dari kilang Pertamina Cilacap kita bisa memproduksi paracetamol. Kita akan produksi pabrik farmasi paracetamol dengan kapasitas 3.800 ton per annum (TPA),” ujarnya.

Karena itu, Nicke berharap dukungan penuh dari regulator dan pemegang saham, baik dukungan pembiayaan proyek melalui PMN, serta dukungan insentif fiskal  sehingga dapat meningkatkan nilai keekonomian proyek,” ucapnya.

Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury menyambut baik pendirian pabrik paracetamol tersebut. Ia menegaskan,  pemerintah memberikan dukungan karena pembangunan ini akan memberikan dampak yang baik dalam ketahanan kesehatan dan farmasi di Indonesia karena sampai dengan saat ini  kebutuhan baku obat di Indonesia masih impor sekitar 95 persen.

Hal senada juga disampaikan Soleh Ayubi. "Kami yakin, sinergi dua BUMN ini akan untuk memperkuat ketahanan kesehatan dan farmasi di Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement