Jumat 01 Jan 2021 11:59 WIB

Pengamat Soroti Tindak Lanjut Pemerintah soal Pembubaran FPI

Pengamat intelijen meminta pemerintah mewaspadai dampak pembubaran ini.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
imago/Pacific Press Agency
imago/Pacific Press Agency

Pemerintah telah resmi membubarkan organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) karena dianggap tidak lagi memiliki legal standing sebagai ormas, tetapi kerap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum.

Hal ini disampaikan Menko Polhukam Mahfud Md, dalam konferensi persnya, Rabu (21/12) siang, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. Keputusan ini diambil berdasarkan putusan MK 82/PUU112013 tertanggal 23 Desember tahun 2014.

"Bahwa FPI sejak 21 Juni tahun 2019 telah bubar sebagai ormas tetapi sebagai organisasi FPI tetap lakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping sepihak dan provokasi," ujar Mahfud.

Kepada DW Indonesia, pengamat politk dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin berpendapat pembubaran ini dilakukan pemerintah untuk mengunci gerakan FPI agar tidak tumbuh besar. "Secara poliitk bisa jadi gerakan FPI ini tidak boleh tumbuh besar, tidak boleh menjadi kekuatan poliitk, tentu itu akan merepotkan pemerintah," kata Ujang, Rabu (30/12).

"Bisa jadi FPI disusupi oleh HTI atau lain sebagainya. Ini yang akan kewalahan bagi pemerintah," ia menambahkan.

Ujang pun menilai bahwa pembubaran ini merupakan titik puncak dari upaya pemerintah untuk menghentikan segala aktivitas yang dilakukan FPI.

"Terkait dengan penurunan baliho itu satu tahap, terkait pelarangan kerumunan itu juga satu tahap, lalu juga terkait dengan pencarian pasal-pasal untuk penahanan itu juga satu tahap. Sudah secara sitematis memang katakanlah pemerintah mencari pembenaran atau pembuktian untuk membubarkan FPI itu," katanya. "Bisa jadi ini sebenarnya titik kulminasi dari pemerintah."

"FPI dibubarkan, kemudian apa?"

Sementara itu pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta berpendapat bahwa penting bagi pemerintah untuk menindaklanjuti pembubaran ini. Menurutnya pemerintah harus bersikap tegas jika ternyata masih didapati aktivitas terkait FPI.

"Yang paling penting adalah tindakan hukumnya ketika nanti ada orang membawa simbol-simbol, membawa nama FPI, apakah akan diberikan tindakan hukum? Itu yang petama. Yang kedua jika mereka membuat organisasi baru dengan nama baru tapi dengan kegiatan yang sama kemudian apa yang dilakukan (pemerintah)? ujar Stanislaus saat dihubungi DW Indonesia, Rabu (30/12).

Lebih lanjut Stanislaus meminta pemerintah mewaspadai dampak keamanan dari pembubaran organisasi masyarakat yang dikomandoi Rizieq Shihab ini.

"Yang harus diwaspadai adalah simpatisan dari kelompok lain. Karena menyangkut isu agama bisa juga kelompok-kelompok radikal memanfaatkan momentum ini bahwa mereka merasa ada teman mereka yang diganggu maka mereka melakukan aksi," jelas Stanislaus.

Bentuk organisasi baru

Stanislaus memprediksi bahwa FPI akan merespons keputusan pemerintah ini dengan membentuk organisasi dengan nama baru agar tetap dapat menjalankan aktivitas mereka. "Mereka tidak akan melawan apapun yang dilakukan pemerintah, tapi mereka akan berganti nama, tetap melakukan kegiatan dengan nama lain," paparnya.

Hal senada juga dikatakan oleh Ujang. Pengamat politik yang merupakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini (IPR) berpendapat bahwa pengurus FPI masih bisa terus melakukan pergerakan meski organisasinya dibubarkan.

"Tapi kan individu-individunya masih hidup masih bergerak walaupun tidak berbaju FPI. Jadi langkah politiknya mereka bisa membentuk organisasi baru. Bisa jadi namanya berbeda dengan FPI, bisa jadi dengan pola gerakan baru," jelas Ujang.

Deklarasi Front Persatuan Islam

Sementara itu, merespons pembubaran ini, orang-orang yang selama ini berada di FPI mendeklarasikan pembentukan ormas baru yang diberi nama Front Persatuan Islam pada Rabu (30/12). Sedikitnya ada 19 nama yang ikut mendeklarasikan Front Persatuan Islam antara lain Ketua FPI Ahmad Sabri Lubis dan Sekretaris Umum FPI Munarman.

"Bahwa kepada seluruh pengurus, anggota dan simpatisan FRONT PEMBELA ISLAM di seluruh Indonesia dan mancanegara, untuk menghindari hal-hal yang tidak penting dan benturan dengan rezim dzalim maka dengan ini kami deklarasikan FRONT PERSATUAN ISLAM untuk melanjutkan perjuangan membela Agama, Bangsa, dan Negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945," demikian bunyi salah satu poin deklarator Front Persatuan Islam, dikutip dari detik.com.

Tagar #FPI_FrontPersatuanIslam pun sempat menjadi trending topic di Twitter. Politisi Fadli Zon melalui cuitannya pada Kamis (30/12) pagi, memberikan ucapan selamat atas lahirnya Front Persatuan Islam ini.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam menteri dan pimpinan lembaga negara memutuskan untuk menghentikan segala kegiatan organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) mulai tanggal ditetapkan 30 Desember 2020. Tercatat ada tujuh poin dalam SKB tersebut.

"Melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12).

rap/ha (dari berbagai sumber)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement