Jumat 01 Jan 2021 07:47 WIB

Memaknai 70 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia - Rusia

Hubungan RI-Rusia makin erat, walau butuh waktu dan usaha untuk merawatnya.

Red: wahidah
Presiden RI Joko Widodo (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin
Foto: EPA
Presiden RI Joko Widodo (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin

Oleh: Jose Tavares, Duta Besar RI untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus

REPUBLIKA.CO.ID,  “Hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia tahun ini telah mencapai usia ke-70. Banyak hal yang telah dilakukan untuk memaknainya, termasuk penguatan kemitraan di bidang politik, ekonomi, pertahanan, hingga sosial dan budaya. Meski demikian, masih terdapat tantangan yang harus dijawab oleh kedua bangsa”.

Dinamika hubungan RI-Rusia

Sedikit dari kita yang mengetahui awal hubungan antara Indonesia dan Rusia. Beberapa orang mengetahui hubungan tersebut mulai terjalin di masa Orde Lama, saat Presiden Soekarno merintis hubungan ketika bertemu Perdana Menteri Uni Soviet (Rusia saat itu), Nikita Krushchev pada tahun 1956.

Namun jika kita menarik ke belakang beberapa tahun sebelum perjumpaan tersebut, sejarah mencatat bahwa dulu sudah ada orang Rusia yang mengenal Indonesia sebagai Dutch East Indies, yaitu Alexander Pushkin, sastrawan Rusia yang terkenal dengan puisi-puisinya.

Selain itu pada abad 19, sekitar tahun 1873, Nikolay Mikhlukho-Maclay pernah menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah Batavia dan Ternate. Dia membuat buku yang berisi observasi antropologi dan menjadi referensi untuk Southeast Asian Studies di benua Eropa.

Beberapa tahun setelah kedatangannya, Nikolai Alexandrovich Romanov yang lebih dikenal sebagai Tsar Nikolai II juga mengunjungi Batavia pada 23 Februari hingga 1 Maret 1890. Empat tahun berikutnya, pada tahun 1894, Tsar Nikolai II menunjuk Bakunin sebagai First Consul di Batavia sebagai awal hubungan antara Indonesia dan Rusia saat itu.

Hubungan yang lebih erat lagi dijalin pada saat Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno berjumpa dengan Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Khrushchev. Hubungan ini dibangun dan dijaga dengan baik oleh kedua belah pihak sehingga dikenal sebagai Era Emas hubungan diplomasi antara Indonesia dan Rusia.

Beberapa bukti kedekatan antara Indonesia dan Rusia pada masa itu tercermin dari berbagai tanda kedekatan persahabatan antara keduanya, seperti Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta, Gelora Bung Karno yang serupa dengan stadionLuzhniki di Moskow, Patung Pemuda di Senayan, Tugu Monas, dan Tugu Tani.

Selain itu berbagai bantuan dari Rusia terkait alutsista saa tpembebasanIrian Barat,mulai akhir 1950 hingga 1966, dapat terwujud karena kedekatan kedua pemimpin.

Pada masa Orde Baru, hubungan Indonesia dan Rusia sempat meredup sebagai akibat dari sentimen antikomunis yang kuat selama tahun 1967 hingga akhir tahun 1990-an. Namun, pada tahun 1989 Presiden Soeharto mengunjungi Kremlin di Moskow sebagai salah satu sarana untuk menormalisasi hubungan antara kedua negara. Kala itu, hubungan diplomatik keduanya tetap terjalin, meski dalam hal kerja sama boleh dikata stagnan.

Hubungan semakin erat

Pasca Orde Baru, kedua negara sedikit demi sedikit mulai memperbaiki hubungan yang sempat meredup. Diawali dengan pertemuan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Vladimir Putin di Moskow pada 21 April 2003. Hubungan bilateral kedua negara semakin kuat dengan semangat persahabatan, kesetaraan, saling menghormati dan saling pengertian.

Pada saat itu juga Deklarasi Persahabatan dan Kerangka Kerja Kemitraan untuk hubungan antara Indonesia dan Rusia ditandatangani oleh kedua pemimpin. Kemudian pada tahun 2013, tepatnya pada pertemuan G20 Summit di Kota Saint Petersburg, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjumpa dengan Presiden Vladimir Putin, yang menegaskan bahwa Rusia berkomitmen untuk terus memperkuat hubungan dan kerja sama dengan Asia termasuk Indonesia.

Kerja sama antara Indonesia dan Rusia terlihat semakin kuat ketika kunjungan Presiden Jokowi ke Sochi pada 18 - 20 Mei 2016 di acara 20th Anniversary of ASEAN–Russia Summit. Beberapa kesepakatan berhasil dicapai, antara lain, lima MoU tentang pertahanan, kearsipan (Kementerian Luar Negeri), kebudayaan, dan illegal, unreported and unregulated fishing telah ditandatangani, serta komitmen investasi sebesar 20 miliar dolar AS, serta komitmen untuk meningkatkan hubungan bilateral.

Di  bidang ekonomi, hubungan perdagangan kedua negara juga terus membaik meski harus ditingkatkan. Menurut neraca perdagangan yang diolah oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskow dari Russian Federal Custom Service, rata-rata dari tahun 2011 hingga 2019 kurang lebih sebesar 2,7miliar dolar AS.

Terdapat banyak peluang produk Indonesia untuk memasuki pasar Rusia. Produk yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke Rusia antara lain adalah minyak kelapa sawit, karet, kelapa, dan sepatu. Beberapa sektor unggulan juga berpotensi masukke pasar Rusia, seperti teh, kakao, buah-buahan tropis dan kopi.

Di bidang investasi, terdapat beberapa proyek investasi Rusia di Indonesia antara lain di bidang energi yang merupakan kerja sama antara Rosneft dengan Pertamina, industri farmasi dan hospitality yang masih perlu terus ditingkatkan. Sampai tahun 2019, nilai investasi Rusia di Inodnesia mencapai 18,4 juta dolar AS.

Tidak kalah penting adalah kerja sama di bidang militer dan pertahanan. Di bidang ini kedua negara secara rutin melaksanakan pertemuan bilateral pada tingkat menteri pertahanan dan sidang komisi bersama yang diselenggarakan setiap tahun.

Selain itu, hubungan di bidang militer pertahanan ditandai dengan kerja sama pendidikan seperti latihan simulator pesawat Sukhoi, pendidikan perwira TNI pada tingkat Sesko Angkatan, saling kunjung antarpejabat militer ke masing-masing negara, navy-to-navy talks, serta saling kunjung kapal perang Angkatan Laut.

Dalam bidang pengadaan alutsista militer dan pertahanan, TNI mengoperasikan berbagai alutsista buatan Rusia berupa pesawat tempur Sukhoi 27/30 untuk TNI AU, Helikopter MI 17 dan MI 35 untuk TNI Angkatan Darat serta Batalion Tank BMP 3/BT 3F untuk TNI Angkatan Laut.

Jika melihat dari sektor pendidikan, semakin banyak kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan Rusia. Terlebih, peningkatan minat dalam kerja sama antar universitas. Sembilan universitas Rusia telah menandatangani perjanjian dengan berbagai universitas di Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Jakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Pattimura, Institut Informasi dan Bisnis Darmajaya, dan UPN Veteran Yogyakarta.

Peningkatan jumlah mahasiswa dari Indonesia juga cukup banyak yaitu mencapai 700 orang sampai tahun 2020. Sebagian besar dari mereka adalah penerima beasiswa dari Rusia. Pemerintah Indonesia juga memberikan beasiswa kepada pemuda Rusia dalam kerangka Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang, Dharmasiswa (Kemdikbud) serta Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (Kementerian Luar Negeri RI).

Selain itu pada beberapa universitas seperti di Universitas Negeri St Petersburg, MGIMO Moskow, ISAA MGU Moskow, Akademi Diplomatik Kementerian Luar Negeri Rusia  dan Kazan Federal University telah mengajarkan studi Indonesia.

Saat ini, terdapat 1.279 orang WNI yang tinggal di Rusia. Sebagian besar di antara mereka adalah mahasiswa, rohaniawan, ekspatriat dan pekerja lainnya. People-to-people contact semakin erat terjalin di kalangan masyarakat ditandai dengan berbagai aktivitas bersama yang diselenggarakan di berbagai tataran.

Di kalangan generasi muda, terdapat banyak pemuda Rusia yang mempelajari Bahasa Indonesia, tarian tradisional dan gamelan di KBRI Moskow yang acapkali tampil di berbagai acara.  Para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Rusia (Permira) pada berbagai kesempatan juga menampilkan kebudayaan Indonesia di kampus-kampus mereka.

Sebagai hadiah dari para pemuda Indonesia dan Rusia, pada 29 Desember 2020, Duta Besar RI untuk Federasi Rusia telah meluncurkan suatu asosiasi yang diberi nama IRYA (Indonesia – Russia Youth Association) sebagai platform pemuda kedua negara beraktivitas bersama untuk menjembatani hubungan kedua bangsa di tataran pemimpin muda.

Tantangan yang dihadapi

Dapat dicermati bahwa hubungan Indonesia dan Rusia semakin erat, walaupun membutuhkan waktu dan usaha yang lebih untuk merawatnya. Di dalam sebuah hubungan, tentunya tidak akan berjalan mulus begitu saja. Tantangan demi tantangan yang memperlambat laju sebuah hubungan harus diselesaikan bersama.

 

Pemerintah dan masyarakat dari masing-masing negara bahu-membahu untuk bisa menyelesaikan tantangan tersebut. Seperti melakukan re-introducing Rusia kepada masyarakat Indonesia dan sebaliknya. Di Indonesia sendiri masih ada masyarakat yang menganggap bahwa stigma Rusia adalah komunis, reputasi Rusia di mata publik Indonesia masih abu-abu, belum sepenuhnya paham bahwa Rusia bukan lagi negara komunis. Sebuah imbas sentimen anti komunis yang kuat dari masa Orde Baru. Sesungguhnya Rusia saat ini telah jauh berubah dari pada pada zaman Uni Soviet, dengan potensi perekonomian terbesar ke-6 dunia dari segi Purchasing Power Parity (PPP) yang mencapai 4,21 triliun dolar AS  dan GDP nominal sebesar 1,69 triliun dolar AS.

Indonesia modern yang demokratis dan maju juga masih belum dikenal dekat oleh banyak orang Rusia. Bisa dibilang kebanyakan orang Rusia lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Kurangnya informasi mengenai Indonesia di Rusia menjadi salah satu masalahnya.

Pemerintah RI memberikan prioritas pada upaya peningkatan kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi dan pariwisata di masa mendatang. Untuk dapat menjawab tantangan itu, maka diperlukan inovasi, kreativitas dan kerja cerdas dari mesin diplomasi RI di Rusia.

KBRI Moskow dituntut untuk mampu menjawab tantangan birokrasi antara kedua negara antara lain dalam proses perizinan bisnis, promosi dan pemasaran produk. Birokrasi dan aturan dalam negeri di kedua negara dinilai belum efektif dan efisien.

Dirasa masih perlu upaya untuk menyelesaikan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) antara RI dengan Eurasian Economic Union (EAEU) di mana Rusia adalah salah satu negara pentolan di organisasi tersebut.

Diharapkan pada saatnya jika FTA RI-EAEU terwujud, maka secara signifikan akan mengurangi hambatan tarif dan non-tarif sehingga perdagangan kedua negara dan RI dengan kawasan Eropa Timur akan semakin meningkat.

Menuju kemitraan strategis

Pada tahun 2020, Indonesia dan Rusia merayakan hubungan diplomatik yang sudah terjalin selama 70 tahun. Pertemuan pemimpin kedua negara, yakni Presiden Putin dan Presiden Jokowi yang diharapkan terjadi pada tahun 2021, akan menjadi sangat bermakna dalam menuju kemitraan strategis kedua negara.

Lika-liku eratnya hubungan Indonesia – Rusia memang tidak hanya terbatas pada sektor tertentu, akan tetapi juga terdapat pada sektor-sektor lain yang memiliki tantangan serta masalahber beda untuk diselesaikan supaya memperlancar laju hubungan diplomatik kedua negara.

Pasang surut hubungan yang terjadi seharusnya tidak dianggap menjadi pertanda buruk, namun bisa dilihat dan dimaknai sebagai pertanda yang baik, terlebih pada usia yang terbilang cukup matang, 70 tahun. Dari segala tantangan dan masalah yang dihadapi diharapkan bisa memperkuat hubungan itu, masing-masing memberikan dukungan dan mencoba untuk saling membantu. Saling membuka potensi kerja sama pada sektor-sektor tertentu.

 

Tentunya dengan terus membangun common understanding serta komunikasi yang lancar, masalah dan tantangan akan mudah teratasi.

     

Indonesia dan Rusia ingin bisa mengembalikan hubungan mereka seperti pada saat Presiden Soekarno bertukar asap tembakau dengan Nikita Khrushchev. Melalui mimpi yang sama, pemerintah masing-masing negara mulai berusaha membangun Jembatan Kesepahaman.

Satu per satu baloknya disusun kembali dengan desain yang lebih baik agar menjadi jembatan yang lebih kokoh dari sebelumnya. Jembatan inilah yang nantinya akan menjadi kunci untuk meningkatkan hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia guna mencapai kemitraan strategis demi kepentingan nasional kedua bangsa sahabat lama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement