Rabu 30 Dec 2020 06:50 WIB

Merajut Bahagia untuk Lansia

Butuh kolaborasi banyak pihak untuk mewujudkan misi zero hunger di Indonesia

Lansia/Ilustrasi
Foto: Pixabay
Lansia/Ilustrasi

Oleh Achmad Syalaby Ichsan (Wartawan Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, Zuhroh (61 tahun) menitik air mata. Dia sedih sekaligus bahagia. Perempuan kelahiran Demak, Jawa Tengah ini menangis karena mengingat beban hidup yang berlipat-lipat akibat wabah.  Tubuhnya yang renta semakin ringkih karena harus makan apa adanya. Kesehatan warga RT 12/02 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan  itu pun kerap menurun. Sudah hampir sepekan, Zuhroh tak bisa keluar rumah karena badannya kerap merasa ngilu.

Semenjak pandemi, order suaminya, Dasuki, sebagai tukang reparasi pompa rumah tangga berkurang. Dapurnya pun kerap senyap. Seringkali Zuhroh hanya memasak nasi, tahu, tempe. Jika masih tersedia, dia akan mengolah bahan pangan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah yang datang sebulan dua kali. Dua anaknya sudah sibuk dengan beban rumah tangga masing-masing. Zuhroh dan suaminya hanya bisa berikhtiar dengan sisa tenaga. Ditanya tentang hasilnya, Zuhroh mengatakan, Allah yang mengatur. 

Meski begitu, masih ada rasa syukur terucap dari bibirnya. Dia senang saat disambangi relawan dari Foodbank of Indonesia (FOI) Ida Pujiastuti. Bagi Zuhroh, adanya teman bicara seperti Ida menghilangkan kesepian. Dia bisa mengeluarkan curahan hati (curhat) nya selama ini.  “Alhamdulillah. Biar begini masih bisa bertahan,”ujar Zuhroh saat berbincang dengan Republika di rumah kontrakan mininya belum lama ini. 

 

photo
Zuhroh saat mendapat bantuan pangan dari relawan FOI - (Dokumentasi Ida Pujiastuti)

 

Ida yang juga tergabung dalam komunitas Sedekah Jumat memang kerap menyambangi sosok lanjut usia (lansia) seperti Zuhroh. Saat mengunjungi mereka, Ida membawa paket bahan pangan atau makanan yang dimasak warga dan para relawan di Dapur Pangan. Terakhir, menu yang diberikan untuk Zuhroh dan warga dhuafa sekitar lingkungan yakni nasi, tumis buncis dan wortel, telor balado dan puding cokelat. Mereka juga menambahkan susu cair untuk menambah kelengkapan gizi para lansia. 

Menu istimewa ini memudahkan Zuhroh dan lansia lainnya di kampung sekitar.  Maklum saja, Ida mengungkapkan, banyak orang tua yang sudah tidak lagi mampu memasak. Sementara, mereka hanya tinggal berdua dengan pasangan. Tidak sedikit yang hidup sendirian. 

Dapur Pangan merupakan salah satu program yang dirilis FOI. Sepanjang 2020, ada 105 Dapur Pangan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dapur pangan ini memproduksi 86.595 porsi makanan siap antar bagi para nasabah — sebutan penerima manfaat program FOI.  Sebanyak 5.250 nasabah mereka merupakan fakir miskin dan lansia. 

Rirahayu, koordinator FOI untuk Jakarta Selatan menjelaskan, kemampuan Dapur Pangan di setiap daerah berbeda. Menurut dia, masih banyak titik yang menggantungkan aktivitasnya dari  distribusi bahan baku yang disuplay dari FOI. Padahal bantuan pangan tak sampai setiap pekan. Untuk menyiasatinya, mereka  bersinergi dengan komunitas lain agar Dapur Pangan tetap bisa berjalan.

Ayu, sapaan akrabnya, mengedukasi warga setempat tentang manfaat dari berbagi. Tidak heran, banyak warga sekitar yang sebelumnya juga menjadi penerima bantuan menjadi ikut membantu program tersebut. “Ada yang nyumbang tempe lima papan, tahu, tenaga, macam-macam. Jadi kegiatan kami tetap berjalan,”ujar Ayu. 

Ayu menjelaskan, Dapur Pangan tidak hanya bertujuan mengantar bantuan pangan. Banyak lansia yang merasa kesepian. Anak-anak mereka sudah terjebak dengan aktivitas masing-masing. Mereka tak memiliki teman di rumah. “Mengantar nasi itu hanya medianya. Kebanyakan nasabah lansia kita itu nungguin dari pagi. Mereka pengen diajak ngobrol. Pengen curhat,”kata Ayu. 

 

photo
Makanan olahan untuk lansia dan dhuafa dari program Dapur Pangan - (Dokumentasi Ida Pujiastuti)

 

Kolaborasi untuk ketahanan pangan

Zuhroh menjadi salah satu dari jutaan lansia di Indonesia yang butuh bantuan pangan. Kementerian Sosial (Kemensos) mencatat ada 12,6 juta lansia di Indonesia yang berada dalam status rentan dan miskin. Jumlah ini mencapai 40 persen dari total keseluruhan lansia di Indonesia yang mencapai 25,6 juta jiwa. 

Lansia juga menjadi kelompok yang paling rentan selama masa pandemi.  Berdasarkan Analisis Data Covid-19 Indonesia per 15 November 2020 dari Satgas Penanganan Covid-19, tampak jika lansia menjadi penyumbang angka kematian tertinggi. Setidaknya, ada 6.447 pasien dari kelompok usia lebih besar sama dengan 60 tahun yang meninggal dunia karena Covid-19. Resiko mereka tertular virus pun kian besar saat imunitas mereka rendah akibat gizi yang tidak terpenuhi dengan baik.  

Founder Foodbank of Indonesia (FOI) Wida Septariana menjelaskan, Dapur Pangan merupakan salah satu strategi FOI membantu lansia. Di balik megahnya gedung-gedung perkotaan, Wida mengungkap, masih banyak lansia yang hidupnya terabaikan. Mereka tinggal di rumah kontrakan kecil seukuran kamar mandi bersama anak cucunya. 

Bagi yang sudah tidak punya keluarga, lansia itu harus tinggal sendiri. “Saya lihat dengan mata kepala sendiri ada seorang ibu ditinggal di pinggir jalan. Kemudian dibikinkan gubuk kecil. Disitu dia hidup,”ujar Wida. Karena itu, dia menjelaskan, kehidupan para lansia  harus diperhatikan. Terlebih, kebutuhan gizi mereka yang kerap tak terpenuhi dengan maksimal. “Relawan menyiapkan  masakan siap saji disitu ada sayur, nasi, lauk,”tambah dia. 

Dia menjelaskan, amat banyak kisah pilu dari keluarga-keluarga di Indonesia yang kelaparan akibat Covid-19. Tidak hanya lansia, kelaparan pada balita akibat pandemi diprediksi melonjak. Berdasarkan laporan United Nations Children Funds (Unicef), kekurangan gizi akut pada anak akan meningkat hingga tujuh juta jiwa pada tahun pertama pandemi.  “Masyarakat tidak punya uang untuk membeli karena bahan-bahan yang dibeli tidak terjangkau. Pada akhirnya akan mengganggu akses pangan,”ujar dia.

Wida menjelaskan, FOI berupaya menjadi solusi fenomena adanya makanan berkelebihan dan orang-orang lapar. Berdasarkan riset yang dilansir dari The Economist  Inteligent Unit (EIU) dan Barilla Center for Food and Nutrition Food, setiap warga Indonesia membuang 300 Kg makanan setiap tahun. Jika ditotal, ada 13 juta makanan terbuang. Jumlah tersebut cukup untuk dikonsumsi 28 juta orang atau 11 persen dari populasi penduduk (data BPS 2015).

photo
Warga membuang sampah di depo pembuangan sampah Kota Baru, Yogyakarta, Senin (21/12). Membludaknya sampah ini imbas truk pengangkut tidak bisa memasuki TPST Piyungan. Imbas penutupan jalan akses masuk lokasi TPST oleh warga sekitar sejak Sabtu (19/12). - (Wihdan Hidayat / Republika)

 

Wida menegaskan, dampak kemubaziran pangan juga merusak lingkungan. Menurut dia, sampah pangan akan membuat sebuah negara menjadi penghasil emisi gas rumah kaca. Sampah makanan yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan terurai dan menghasilkan gas metana. “Gas ini bahayanya 21 kali lebih besar daripada gas karbondioksida,”jelas dia.

Banyaknya sampah makanan berbanding terbalik dengan masalah  kelaparan yang masih melanda negeri ini.  Berdasarkan Indeks Kelaparan Global (GHI), Indonesia masih menghadapi persoalan kelaparan meski pada 2020 negeri ini baru turun status dari serius pada 2019 (20,1) ke moderat (19,1). Di dalam laporan GHI, terlihat Indonesia masih memiliki angka proporsi kurang gizi yang cukup besar, yakni 9 persen dari total populasi. Karena itu, FOI fokus kepada empat kategori nasabah yang membutuhkan. Anak-anak, lansia, orang yang sakit kronis, dan buruh miskin.

 

photo
Indeks GHI Indonesia 2020 - (GHI)

 

Menurut Wida, butuh kolaborasi banyak pihak untuk mewujudkan misi zero hunger di Indonesia. FOI pun bekerjasama dengan berbagai stakeholder pemangku kepentingan dari pemerintah dan swasta. Dari sisi grosir pangan misalnya, banyak bahan pangan yang sebenarnya masih bisa dikonsumsi tetapi sudah dibuang karena mendekati kadaluarsa atau sudah tidak segar. Bahan pangan itu akan didistribusikan lewat FOI.  

Tidak hanya itu, FOI berkolaborasi dengan industri jasa kurir dalam pendistribusian bantuan pangan. Dalam sebulan, ada empat kali pengiriman. Pengiriman dilakukan ke 99 titik kecamatan yang tersebar di 16 provinsi. Selama 2020, sebanyak 1.214 ton bahan makanan yang disalurkan. 

Jasa kurir dalam hal ini JNE mendistrisbusikan donasi rutin dari beragam produk dan bahan pangan seperti Breadlife, Tours Les Jours (TLJ) dan Superindo. Jasa kurir akan mengantarkannya ke titik-titik FOI. Produk semisal roti akan diantar jasa kurir dari toko di berbagai kota. Kemudian, roti tersebut akan dikumpulkan menjadi satu di kantor FOI untuk dilakukan penyortiran. Setelah para relawan memastikan produk tersebut layak konsumsi, mereka akan menyalurkannya kepada nasabah.

photo
Alur distribusi penyaluran bantuan pangan FOI - (Dok FOI)

 

Armada-armada JNE juga akan mengantar bahan pangan dari Superindo setiap pekan. Pihak jasa kurir mengirim bahan-bahan tersebut ke kantor FOI pusat maupun daerah. Setelah sampai di FOI, bahan pangan tersebut akan disortir bersama relawan kemudian didistribusikan hingga sampai ke nasabah untuk diolah di Dapur Pangan. Alhasil, bahan pangan itu menjadi makanan siap saji yang bisa dinikmati para lansia dan dhuafa. “Akses logistik amat membantu kita dalam mendistribusikan bantuan kepada para nasabah,”ujar Wida. 

VP Marketing JNE Eri Palgunadi menjelaskan, JNE bersinergi dengan FOI sejak 2018 dalam distribusi pangan. Program ini fokus membantu dan mendampingi masyarakat kelaparan dan kurang gizi.  Menurut dia, JNE terus berupaya untuk berkontribusi memanfaatkan kapabilitasnya untuk membantu mengirim berbagai bantuan pangan. 

Seperti diketahui, JNE memiliki sekitar enam ribu jaringan yang tersebar di seluruh nusantara. Karena itu, distribusi berbagai bantuan pangan diharapkan bisa menjangkau area lebih luas hingga ke seluruh pelosok Indonesia. 

Dia menegaskan, JNE telah mendukung FOI dengan membuka akses pangan yang layak melalui program donasi di Pos Pangan,  Mentari Bangsaku,  Sayap dari Ibu,  dan program lain yang fokus utamanya adalah anak-anak dan wanita. Lewat program ini, diharapkan bisa mengatasi masalah kurang gizi serta stunting di Indonesia. Eri berharap,  kerjasama dengan FOI, mau pun kolaborasi lainnya  dapat memberikan manfaat mau pun kebahagiaan kepada masyarakat. “Sesuai dengan semangat tagline Connecting Happiness,”jelas dia.

photo
Kolaborasi program JNE bersama FOI - (Dok JNE)

 

Selain dengan FOI,  JNE juga berkolaborasi dengan berbagai pihak demi pemenuhan bantuan pangan. JNE bekerjasama dengan startup Wahyoo dalam memperingati HUT DKI Jakarta ke-493 dengan memberi 25 ribu lebih makanan bantuan untuk masyarakat di 493 RT. Bantuan tersebut diberikan lewat pemberdayaan 100 warung makan mitra Wahyoo yang penjualannya turun akibat pandemi.

Eri menjelaskan, berbagai program CSR hasil kolaborasi dengan beragam lembaga menjadikan JNE diganjar penghargaan sebagai Perusahaan dengan CSR Terbaik dari Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS Award 2020. Penghargaan dari BAZNAS tersebut merupakan kali kedua setelah tahun sebelumnya memperoleh penghargaan serupa. 

#jne #jne30tahun #connectinghappiness #30tahunbahagiabersama

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement