Selasa 29 Dec 2020 21:24 WIB

Rencana Pemkab Bogor Atasi Kemacetan Puncak

Kemacetan Puncak tidak cukup diatasi dari sisi transportasi.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah wisatawan keluar dari kendaraannya menunggu kemacetan reda akibat buka tutup jalan Puncak, Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah wisatawan keluar dari kendaraannya menunggu kemacetan reda akibat buka tutup jalan Puncak, Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Upaya mengatasi permasalahan kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, tidak cukup dengan mengatur urusan transportasi saja. Apalagi, titik kemacetan di Puncak ada di tiga kecamatan, yakni Ciawi, Cisarua, dan Megamendung.

“Seperti yang dikatakan Menhub Budi Karya tadi, bicara transportasi tidak bisa berdiri sendiri. Apalagi transportasi dan tata guna lahan tidak bisa dipisahkan,” ujar Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah dalam Bappedalitbang Kabupaten Bogor, Dani Rahmat dalam Webinar Menggali Solusi Persoalan Kawasan Puncak dari Berbagai Sisi, Selasa (29/12).

Baca Juga

Saat ini, permasalahan kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor berada di tiga kecamatan yang menjadi tujuan wisata. Yakni, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung.

Tiga titik kemacetan tersebut, Dani menjelaskan, berdasarkan hasil beberapa kajian dan pengamatan dari para pakar disebabkan oleh beberapa hal. “Parkir tidak terdata, tidak adanya fasilitas pejalan kaki, kapasitas jalan terlalu kecil, serta tidak tersedianya fasilitas pemberhentian angkutan umum,” jelasnya.

Untuk itu, sejak 2017 Pemkab Bogor telah melakukan pemaparan konsep penataan kawasan Puncak di Kementerian PUPR. Di antaranya, kata Dani, rencana Park and Ride di Summarecon yang sekarang bukaannya ada di KM 42,5. Kemudian penerapan bus rapid transit untuk para tempat wisata, serta jalur Poros Tengah Timur.

“Ini untuk alternatif orang yang emang tujuan akhirnya bukan ke Puncak. Tapi baru rencana. Di 2014 pernah ada anggaran Rp 50 miliar sampai 60 miliar ada di Pemprov Jabar. Cuma sampai sekarang belum tuntas. Masih ada PR kalau Poros Tengah,” tuturnya.

Selain itu, Pemkab Bogor juga telah melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) untuk mengurangi hambatan di sisi kanan-kiri jalan. Serta, melakukan pembangunan jembatan kembar Gadog di Simpang Gadog.

Pada 2019, lanjut Dani, Pemkab Bogor sempat menerapkan konsep Kanalisasi 2 in 1 namun tidak berjalan secara optimal. Sehingga, yang saat ini diterapkan oleh Pemkab Bogor yakni sistem buka tutup atau one way.

“Selain buka tutup, kita juga coba penataan simpang. Ada empat yang ditata, Simpang Taman Safari, Simpang Gadog, Simpang Alternatif Ciawi, dan Simpang Megamendung. Tapi baru Simpang Gadog saja yang direalisasikan,” ujarnya.

Sementara itu, kata Dani, masih ada wacana yang belum terealisasikan. Yakni, bus by the service (BTS) dan pembangunan kereta gantung atau cable car untuk mengurangi kendaraan pribadi. Dani melanjutkan, Pemkab Bogor juga mengusulkan beberapa tempat yang bisa dijadikan kutub pariwisata agar masyarakat tidak hanya konsentrasi di kawasan Puncak. Seperti, mengusulkan penhembangan kawasan ekonomi khusus Lido, dan Pengenbangan Geowisata dan Geopark Halimun Salak (Pongkor).

“Idenya dengan menciptakan kawasan ekonomi jadi kutub biar orang tidak konsen di Puncak. Salah satu alternatif atau pertumbuhan baru. Terakhir sudah dalam proses rekomendasi Gubernur. Kalau sudah keluar, dia yang presentasi di Dewan Ekonomi Nasional,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement