Selasa 29 Dec 2020 11:19 WIB

BKKBN Siap Kebut Program Pengurangan Stunting pada 2021

Bonus demografi yang tak berkualitas malah dapat membuat ledakan pengangguran baru.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo.
Foto: BKKBN
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tugas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bukan hanya mempertahankan jumlah penduduk agar tetap seimbang dan terkendali, tapi juga menghadirkan program keluarga berkualitas. Salah satu upaya menghadirkan keluarga berkualitas adalah dengan menekan angka stunting pada anak.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan, apabila anak-anak tumbuh kembangnya tidak berkualitas, bonus demografi yang nantinya dinikmati Indonesia pada 2030 tidak ada artinya. Justru, sambung dia, jika bonus demografi yang ada tidak berkualitas malah dapat membuat ledakan pengangguran baru.

"Karena itu ada target yang difokuskan pada 2021 pada sasaran yang mudah ditangkap. Kalau dahulu tidak ada target KB pasca persalinan, sekarang akan ada target KB pascapersalinan," kata Hasto kepada wartawan dalam kegiatan diskusi virtual, Senin (28/12).

Hasto menyebut, saat ini ada 4,8 juta sampai 5 juta setiap tahun perempuan yang melahirkan di Indonesia. Sedangkan fakta di lapangan, ibu yang baru melahirkan kurang didekati untuk mengikuti program keluarga berencana (KB). Jadi target pertama BKKBN adalah memperbanyak pendekatan ke perempuan yang baru saja melahirkan. Tujuannya agar mereka bukan hanya mengikuti program pencegahan kehamilan lagi, namun juga program KB.

Kedua, targetnya orang yang baru saja menikah. Karena, menurut Hasto, mereka yang baru saja menikah 80 persen istrinya dipastikan hamil di tahun pertama. "Setahun ada dua jutaan pasangan yang menikah di Indonesia. Dan 1,6 jutaan dari 2 juta pasangan itu dipastikan hamil di tahun pertama," terang mantan bupati Kulon Progo itu.

Sehingga apabila istrinya hamil dan kemudian melahirkan, Hasto menambahkan, arus langsung segera memakai alat kontrasepsi. Karena itu, BKKBN menargetkan sasaran ini sekaligus upaya untuk penurunan stunting. Menurut dia pencegahan anak agar tidak stunting harus dimulai sejak pasangan itu ingin untuk menikah.

"Kita memasukkan indikator jarak kehamilan. Menurut saya jarak antara kehamilan/melahirkan pertama dan kedua hingga ketiga jauh lebih penting, daripada jumlah anak," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement