Senin 28 Dec 2020 15:08 WIB

Pemkot Surabaya Evaluasi Kemungkinan Penerapan Kembali PSBB

Evaluasi demi menjaga keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan melakukan evaluasi terkait kemungkinan kembali diterapkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Evaluasi ini seiring terus meningkatnya kasus Covid-19 secara nasional. 

Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana mengatakan, evaluasi perlu dilakukan demi menjaga keseimbangan antara perhatian terhadap kesehatan masyarakat dan perhatian terhadap ekonomi masyarakat. "Iya nanti kita evaluasi dulu, kita lihat (terkait kemungkinan kembali diterapkan PSBB). Karena ini harus kita kondisikan balancing antara bicara kesehatan dengan ekonomi," ujar Whisnu di Surabaya, Senin (28/12).

Baca Juga

Whisnu mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 yang tang kunjung mereda, pemerintah sebagai pemangku kebijakan tidak bisa serta merta hanya memperhatikan aspek kesehatan masyarakat saja, tetapi abai dengan kondisi ekonomi. Begitu pun sebaliknya. Artinya, kata dia, harus ada keseimbangan antara keduanya.

"Apapun itu, kami sebagai pemerintah daerah harus bisa pandai ngerem dan ngegasnya itu harus balance. Kalau harus PSBB juga berapa kekuatan APBD untuk mensuplai ekonomi di bawah, itu juga harus kita hitung. Kalau pun enggak PSBB bagaimana protokol kehatan tetap kita tegakan supaya tidak ada lonjakan lagi," ujar Whisnu.

Sebelumnya, pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dr. Windhu Purnomo menyarankan kembali dilakukannya pembatasan pergerakan sosial dalam upaya menekan penyebaran Covid-19. Hal itu seiring munculnya varian baru virus corona. Varian itu ditemukan di Inggris dan Afrika Selatan.

Hingga Ahad (27/12) kemarin, tercatat sudah 16 negara yang melaporkan kasus varian baru virus corona tersebut. "Intinya batasi pergerakan. Harus ada kebijakan pembatasan sosial. Entah itu namanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) atau apa," kata Windhu.

Windhu mengingatkan, jika tak ingin varian baru virus tersebut masuk ke Indonesia, maka harus dilakukan pembatasam pergerakan orang dari luar negeri. Orang yang bisa masuk hanya yang memiliki kepentingan sangat mendesak. Itu pum harus dikarantina di lokasi khusus minimum 14 hari sebelum menuju tujuan.

"Mutasi virus harus selalu dimonitor oleh lembaga-lembaga riset. Unair selalu melakukan riset untuk virus-virus yang ditemukan di Jawa Timur maupun Surabaya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement