Senin 28 Dec 2020 01:20 WIB

Sri Mulyani: Covid-19 adalah Krisis Multidimensi

Pandemi Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan, tapi menjadi krisis multidimensi.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Christiyaningsih
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: BNPB Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat beberapa hal terkait pandemi Covid-19 yang menerjang dunia. Dia menyebut bahwa pandemi bukan hanya krisis kesehatan, melainkan juga menjadi krisis multidimensi.

“Meskipun Covid-19 pada dasarnya adalah masalah kesehatan, ia tetap merupakan krisis multidimensi,” kata Sri Mulyani seperti dilansir Arab News, Ahad (27/12).

Baca Juga

Dia menjabarkan dunia mengalami krisis global pada 2020 yang tidak seperti yang terlihat dari generasi ke generasi. Pandemi Covid-19 tidak pandang bulu dan berskala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pandemi ini, kata dia, telah mengekspos kelemahan yang meluas dalam sistem kesehatan, kesiapsiagaan darurat, dan koordinasi multilateral.

Untuk itu menurutnya, akibat kompleksitas dampak pandemi, pembuat kebijakan di semua tingkatan telah dihadapkan pada tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah di seluruh dunia harus mencapai keseimbangan antara melindungi kehidupan dan mata pencaharian serta menjaga ruang fiskal dan menghindari beban utang yang lebih tinggi.

“Selama masa-masa yang luar biasa ini, pertukaran antara kecepatan, keakuratan, dan keefektifan dalam pembuatan kebijakan menjadi sangat jelas,” ungkapnya.

Meskipun sebagian besar pemerintah nasional telah menanggapi krisis dengan cara yang sama secara keseluruhan, efektivitas kebijakan sangat bervariasi di berbagai negara. Hal itu mencerminkan perbedaan dalam kepemimpinan politik, kapasitas kelembagaan, proses pengambilan keputusan, dan faktor lainnya.

Sistem perawatan kesehatan yang kuat dan inklusif, kesiapsiagaan darurat, dan jaring pengaman sosial telah memainkan peran penting. Di masa depan, melalui sistem ini bersama dengan kebijakan makroekonomi yang baik dan ruang fiskal yang tersedia, Sri Mulyani memproyeksi terdapat kemungkinan bagi negara-negara untuk merespons lebih cepat dan lebih efektif terhadap guncangan serupa.

“Dan guncangan semacam itu bisa tajam dan, lebih buruk, sinkron,” ujarnya.

Berdasarkan catatannya, sejak Januari hingga April tahun ini ekonomi global jatuh dari optimisme umum ke penurunan terburuk sejak Depresi Hebat. Bank Dunia memperkirakan sebanyak 100 juta orang akan didorong ke dalam kemiskinan ekstrem, membalikkan kemajuan selama beberapa dekade.

Di seluruh negara berkembang, beban Covid-19 dan tindakan karantina berikutnya telah menjadi yang paling berat bagi pekerja dan rumah tangga yang tidak memiliki akses ke jaring pengaman sosial yang memadai. Tanpa perluasan bantuan itu, menurutnya, kelompok yang hampir miskin dan kelompok rentan lainnya dapat dengan mudah jatuh ke dalam kemiskinan yang lebih dalam.

Namun efektivitas dan kecepatan respons pemerintah sangat bergantung pada ketersediaan dan keandalan data. Negara-negara yang telah memiliki informasi rinci dan mudah diakses tentang calon penerima manfaat dapat menyesuaikan program mereka dengan sangat cepat untuk menargetkan populasi berisiko.

“Namun, bagi mereka yang tidak memiliki database terpadu, memperluas data di tengah pandemi merupakan tantangan yang signifikan,” ujar Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement