Oleh : Tony Rosyid, Pengamat Politik
Kembali ke Mu'ti. Ia adalah Sekjen Muhammadiyah. Posisi sebagai Sekjen hanya akan diberikan kepada sosok yang matang, mampu menggerakkan organisasi, administrator, jago lobi, dan piawai dalam berkomunikasi. Mu'ti punya semua itu. Jadi, gak mungkin gak mampu untuk menjadi sekedar wakil menteri.
Ketua Ansor bisa jadi menteri, masak Sekjen Muhammadiyah gak mampu jadi wakil menteri. Gak mungkin!
Sedikit banyak saya tahu sosok Mu'ti. Kebetulan dia kakak kelas saya di salah satu universitas negeri di Semarang. Sama-sama lanjut pasca sarjana di universitas negeri yang sama di Jakarta. Mu'ti adalah sosok berintegritas dan punya kapasitas.
Tidak hanya jadi wakil menteri, jadi menteri pun Mu'ti mampu. Dalam hal ini, pasti ada alasan lain mengapa ia menolak jabatan yang diberikan oleh Jokowi.
Boleh jadi karena negara sedang berjalan ke arah yang salah, sehingga menjadi alasan bagi Mu'ti gak ikut di kapal yang berisiko tinggi untuk tenggelam. Sementara, ia anak muda yang cemerlang, dan masih panjang kesempatan karirnya untuk mengabdi kepada umat dan bangsa di masa depan.
Soal alasan yang sebenarnya, hanya Mu'ti dan Tuhan yang tahu persis mengapa ia menolak permintaan presiden itu.
Ketegasan sikap Mu'ti bukan tanpa risiko. Siapapun yang menolak bergabung dengan penguasa, seringkali dianggap oposisi. Bahkan tak jarang diposisikan sebagai lawan. Malah ada yang dipolisikan.