Sabtu 26 Dec 2020 17:38 WIB

ATSDI: Perlu Kampanye Jelang Migrasi ke Siaran Digital

Kegiatan sosialisasi atau kampanye disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat luas.

Kegiatan Webinar  Meneropong Masa Depan Industri Penyiaran Pasca Omibus Law yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UMJ, Sabtu (26/12).
Foto: dok FISIP UMJ
Kegiatan Webinar Meneropong Masa Depan Industri Penyiaran Pasca Omibus Law yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UMJ, Sabtu (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rencana penghentian siaran televisi analog  pada 2 November 2022 hendaknya harus diikuti dengan sejumlah kegiatan komunikasi ke masyarakat luas. Upaya ini diperlukan sebagai langkah sosialisasi agar mereka dapat memahami rencana pemerintah yang beralih dari siaran televisi analog ke digital. 

"Mengkomunikasikan analog ke digital perlu sosialisasi masif dengan bahasa yang mudah difahami," kata Eris Munandar, ketua Umum Asosiasi Televisi Digital Indonesia (ATSDI), Eris Munandar di sela Webinar  Meneropong Masa Depan Industri Penyiaran Pasca Omibus Law yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UMJ, Sabtu (26/12). 

Menurutnya, penikmat siaran televisi bukan hanya yang berada di kota besar saja, melainkan juga hingga pelosok yang jumlahnya mencapai sekitar 30 juta jiwa lebih. Kegiatan sosialisasi tidak cukup hanya melalui forum ilmiah, melainkan juga harus disesuaikan dengan target khalayak yang dituju. Apalagi masyarakat juga memiliki hak dasar untuk memperoleh informasi yang bermutu melalui berbagai media massa yang ada.  "Mereka buruh kampanye yang mudah difahami,"katanya. 

Prof Widodo Muktiyo, Dirjen Informasi Komunikasi Publik kemenkominfo juga menyebutkan masyarakat perlu dijelaskan apabila televisi digital adalah siaran gratis. Tidak perlu berlanggaran, bahkan mendapatkan kualitas siaran yang lebih bersih, jernih dan berkualitas. Karena itu  Upaya percepatan migrasi ke digital telah dilakukan pemerintah. Apalgi wabah Covid-19 telah menjadi bukti arti penting media digital bagi masyarakat modern. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan pegunungan yang luas dan penyebaran penduduk yang tidak merata menjadikan distribusi informasi menjadi tantangan tersendiri. 

Percepat transformasi digital ini dapat membawa Indonesia menjadi negara maju. Karena itu perlu percepatan perluasan akses dan infrastruktur digital. Di Indonesia 83.218 desa dan kelurahan  dan yang terjangkau sebanyak 70.670 desa. "Diharapkan semuanya tercapai, ini kerja ekstra, "kata Prof Widodo. 

Pihaknya berharap beroperasinya siaran digital akan mampu meningkatkan iklim investasi dan bisnis. Fokus tidak hanya di penyiaran, tapi juga ke pendidikan, kesehatan  wisata dan kegiatan lainnya. Selain itu kebutuhan akan tenaga yang terampil di bidang teknologi digital menjadi suatu yang penting agar teknologi ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi bangsa. 

Hardly Stefano, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat sepakat dengan keputusan pemerintah untuk segera melakukan akselerasi siaran digital. Apalagi Indonesia terlambat melakukan digitalisasi penyiaran yang seharusnya sudah dituntaskan tahun 2015. 

Akselerasi harus didasari perencanaan dan tahapan yang jelas, transparan serta melibatkan seluruh pihak. Menurut Hardly ada lima manfaat digitalisasi penyiaran. Pertama, efisiensi dan optimalisasi penggunaan, kedua peningkatan kualitas siaran berupa gambar dan suara, ketiga semakin banyak pilihan saluran televisi, mendorong keragaman konten termasuk lokal, serta adanya kompetisi kompetisi dan peningkatan mutu, keempat kualitas teknis siaran lebih stabil dapat mengurangi blankspot area, kelima model bisnis siaran digital ada efisiensi biaya investasi dalam membangun infrastrukrut penyiaran yang diharapkan bisa sharing resources sehingga seluruh wilayah Indonesia bisa menikmati siaran digital secara gratis.  "KPI hendaknya harus dilibatkan dalam perizinan. Sehingga tidak menimbulkan kesan mengabaikan kedaulatan publik,"kata Hardly

Pemantik diskusi dari FISIP UMJ, Dr Fal Harmonis menilai pentingnya memahami politik media selain aspek ekonomi media.  Dari perpektif teori tiga teori besar berkenaan dengan media khususnya media penyiaran. yakni under private atau pasar, kedua under government dan ketiga under public.

under private atau pasar nilai tambahnya adalah pelaku penyiaran bebas untuk berkompetisi dengan segala sumber dayanya. Minusnya teori mengatakan market failure atau gagal karena dipertemukannya antara yang besar dan kecil dengan segala keterbatasannya. Sehingga jelaslah yang besarlah pemenangnya.  under government nilai tambahnya, lembaga penyiaran sangat berhati-hati khususnya yang terkait dengan apa yang diinginkan  penguasa. Minusnya kreativitas lembaga penyiaran agak tertahan. under public nilai tambahnya publik terwakil  lembaga independen yang menjadi wakilnya sehingga lembaga penyiaran akan berorientasi kepada kepentingan publik. Minusnya jika wakilnya di lembaga pengawas, seperti KPI tidak menjalankan apa yg menjadi aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Sedangkan Dony Kurniawan, Dosen Broadcasting FISIP UMJ menilai berlakunya siaran digital akan memunculkan keragaman konten yang kian menarik bagi pemirsa. Apalagi dengan kualitas siaran yang lebih baik. Dari sisi kepemilikan juga tidak terjadi monopoli sehingga persaingan lebih sehat. Di sisi lain kebutuhan SDM di bidang digital menjadi sangat strategis saat analog switch off (ASO) diberlakukan 2 November 2022. "Bagi mahasiswa, hadirnya era digital menuntut kesiapan SDM kreatif agar bisa berkarya di dunia penyaran,"katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement