Kamis 24 Dec 2020 20:20 WIB

Warga Tak Mau Divaksin, Pemda Bisa Jatuhkan Sanksi

Vaksin akan diastikan aman, halal, berkhasiat

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Subarkah
Warga diperiksa kesehatannya saat mengikuti simulasi pelayanan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tingkat Kota Bandung di Puskesmas Balai Kota Bandung, Babakan Ciamis, Kota Bandung, Rabu (23/12). Dinas Kesehatan Kota Bandung menggelar simulasi vaksinasi Covid-19 guna melihat kesiapan tenaga medis di puskesmas serta mengetahui potensi permasalahan yang akan muncul saat vaksinasi Covid-19 pada Januari 2021 mendatang. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga diperiksa kesehatannya saat mengikuti simulasi pelayanan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tingkat Kota Bandung di Puskesmas Balai Kota Bandung, Babakan Ciamis, Kota Bandung, Rabu (23/12). Dinas Kesehatan Kota Bandung menggelar simulasi vaksinasi Covid-19 guna melihat kesiapan tenaga medis di puskesmas serta mengetahui potensi permasalahan yang akan muncul saat vaksinasi Covid-19 pada Januari 2021 mendatang. Foto: Abdan Syakura/Republika

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah darah (pemda) bisa menyusun aturan dan sanksi bagi masyarakat yang enggan mengikuti vaksinasi Covid-19.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, pada prinsipnya pengenaan sanksi terkait penanganan Covid-19 adalah kewenangan pemda. Terkait vaksinasi, ujarnya, sanksi bisa diberikan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat.

"Sanksi adalah kewenangan pemda dan dapat diberikan agar masyarakat patuh dan ikut serta dalam program vaksinasi sehingga herd immunity bisa dicapai dengan mudah," kata Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Kamis (24/12).

Pemerintah memang mengejar target penduduk yang akan divaksin Covid-19 sedikitnya 67-70 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 182 juta orang. Angka tersebut ada perhitungan mengenai batas minimal jumlah penduduk yang harus divaksin demi mencapai herd immunity atau kekebalan komunitas.

Kendati ada opsi untuk diberikan sanksi, Wiku menekankan bahwa pemerintah pusat terus mengimbau dan mengedukasi masyarakat agar memahami pentingnya vaksinasi Covid-19. Semakin banyak masyarakat yang memperoleh vaksinasi gratis, maka semakin cepat dan mudah kekebalan komunitas dicapai.

"Pemerintah juga memastikan vaksin yang akan digunakan aman, berkhasiat, dan minim efek samping dan tentunya halal," katanya.

Pemerintah, ujar Wiku, juga terus berkoordinasi dengan pemda untuk menyiapkan fasilitas distribusi vaksin Covid-19. Secara umum kesiapan daerah terkait infrastruktur rantai dingin atau cold chain sudah memadai, bahkan mencapai 97 persen.

"Pada prinsipnya distribusi vaksin akan dilakukan secara bertahap dan diutamakan pada populasi dan wilayah yang berisiko tinggi terjadi tingkat penularan yang tinggi," katanya.

Sampai saat ini, produk vaksin Sinovac asal China masih dilakukan uji klinis tahap ketiga oleh Universitas Padjadjaran di Bandung dan PT Bio Farma. Uji klinis dilakukan untuk mengetahui dosis yang aman dan efek samping yang mungkin terjadi. Hasil uji klinis ini nantinya akan disampaikan kepada BPOM sebagai syarat keluarnya EUA atau autorisasi penggunaan darurat.

Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro juga memastikan uji klinis Vaksin Merah Putih bisa dipercepat sehingga pada akhir 2021 bisa mulai diproduksi secara massal untuk masyarakat.

Ia mengatakan ada tiga pengembangan bibit vaksin yang progresnya paling cepat yakni yang masing-masing dikembangkan oleh Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, serta Lembaga Eijkman.

"Nah perkiraannya ketiganya punya potensi menyerahkan bibit vaksin kepada Bio Farma di triwulan satu tahun depan," kata dia. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya