Kamis 24 Dec 2020 12:20 WIB

Komisi X DPR Minta Rencana Pembukaan Sekolah Dikaji Ulang

DPR menerima banyak masukan dari orang tua murid yang khawatir jika sekolah dibuka.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Siswa SD Negeri Cemara 2 Solo mengerjakan ujian asesmen kompetensi minimal numerasi di sekolah setempat, Solo, Jawa Tengah, Rabu (16/12). Pemerintah berencana membuka kembali sekolah pada Januari 2021. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Siswa SD Negeri Cemara 2 Solo mengerjakan ujian asesmen kompetensi minimal numerasi di sekolah setempat, Solo, Jawa Tengah, Rabu (16/12). Pemerintah berencana membuka kembali sekolah pada Januari 2021. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi X DPR RI meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembukaan sekolah pada Januari 2021. Hal tersebut menyusul masih tingginya kasus harian positif Covid-19 dalam seminggu terakhir.

"Dalam beberapa hari terakhir ini, kami menerima banyak sekali masukan dari orang tua murid yang khawatir jika sekolah jadi dibuka kembali bulan depan. Mereka khawatir dengan penyebaran Covid-19 yang kian tak terkendali," ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (24/12).

Baca Juga

Huda mengatakan, pembukaan sekolah memang solusi terbaik untuk mengatasi ancaman penurunan kemampuan belajar (learning loss) bagi siswa selama masa pandemic Covid-19. Namun, kian meningkatnya jumlah kasus harian positif Covid-19 dan kian penuhnya tingkat hunian rumah sakit, maka rencana pembukaan sekolah lebih baik ditunda terlebih dahulu.

"Akhir bulan ini tren peningkatan kasus Covid terus terjadi. Saya memprediksi kondisi ini akan terus berlanjut hingga bulan depan menginggat maraknya orang mudik dan liburan akhir tahun," ujarnya.

Huda mengungkapkan, kasus Covid-19 di kalangan anak di Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan rata-rata kasus dunia. Jika rata-rata kasus Covid-19 anak-anak dunia mencapai 8 persen, di Indonesia kasus Covid-19 mencapai hingga 11 persen.

Lebih lanjut, ia merinci, jumlah kasus Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun mencapai 74.249 kasus, dan anak usia 5-18 tahun 56.817 kasus. Sedangkan, kasus anak meninggal akibat Covid-19 mencapai lebih dari 530 jiwa.

"Tingkat kematian anak akibat Covid-19 sama dengan tingkat kematian kasus covid-19 pada usia 18-30 tahun dengan rerata 0,7 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa risiko Covid-19 pada anak hampir sama dengan risiko Covid-19 pada usia dewasa. Jadi memang butuh kehati-hatian ekstra," ujarnya.

Ia memahami bahwa sekolah di daerah mendesak dibuka mengingat tidak efektifnya pola pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kendati demikian pemerintah daerah (pemda) perlu benar-benar mengkaji risiko pembukaan sekolah dengan melihat data penyebaran Covid-19 dan tingkat dukungan sistem Kesehatan publik.

"Kendati demikian harus dipastikan berdasarkan data yang ada risiko jika sekolah tetap dibuka di Januari nanti," tuturnya.

Politikus PKB ini berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menyempurnakan sistem PJJ. Gerakan partisipasi masyarakat dalam mendonasikan gawai dan pemberiaan wifi gratis bagi siswa yang membutuhkan harus terus digalakkan. Kemendikbud juga diharapkan bisa mendorong kerjasama lintas kementerian agar kendala utama PJJ yakni ketersediaan gawai dan kuota data bisa teratasi.

"Kemendikbud juga bisa mendorong dinas-dinas pendidikan di daerah untuk mengalakkan program kunjungan guru, atau pengadaan walkie talkie untuk sekolah-sekolah yang tak terjangkau sinyal internet," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement