Selasa 22 Dec 2020 17:20 WIB

OJK: Laju Pertumbuhan Kredit Masih Belum Pulih pada 2021

Saat ini pertumbuhan kredit masih ditopang oleh UMKM.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan laju pertumbuhan kredit perbankan kisaran enam persen sampai tujuh persen pada 2021. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) akan tumbuh di atas 10 persen sampai 11 persen.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan laju pertumbuhan kredit perbankan kisaran enam persen sampai tujuh persen pada 2021. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) akan tumbuh di atas 10 persen sampai 11 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan laju pertumbuhan kredit perbankan kisaran enam persen sampai tujuh persen pada 2021. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) akan tumbuh di atas 10 persen sampai 11 persen.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pada tahun ini laju pertumbuhan kredit tidak akan mencapai kisaran dua persen sampai tiga persen.

Baca Juga

“Kredit kelihatannya sangat besar karena ter-tickdown dari kredit korporasi dan pada tahun depan lebih banyak mengkompensasi penurunan semasa Covid-19,” ujarnya saat acara Outlook Perekonomian Indonesia Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021, Selasa (22/12).

Menurutnya saat ini pertumbuhan kredit masih ditopang oleh UMKM. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar cenderung menahan diri untuk melakukan pinjaman modal pada bank.

“Sekarang ini lebih banyak pertumbuhan itu dari kredit juga didorong oleh UMKM,” ucapnya.

Wimboh menjelaskan korporasi masih mengerem kredit karena belum dapat menggenjot produksinya secara penuh. Sebab permintaan konsumen juga belum tinggi.

“Jadi jika produksi dipaksa dipacu hingga 100 persen dapat dipastikan tidak akan terbeli seluruhnya. Nah ini adalah irama yang harus bagaimana ini sejalan bahwa produksi juga harus digenjot lebih besar sejalan dengan peningkatan dari konsumsi," ucapnya.

Dia mencontohkan, mulai dari hotel hingga pesawat sudah ada peningkatan dari sisi permintaan tapi belum optimal. Akhirnya pengusaha besar memilih untuk menunggu dan melihat situasi alias wait and see.

"Memang begitu kita masuk kepada perusahaan-perusahaan komersial maupun yang korporat besar ini masih ada nuansa wait and see karena masih belum bisa menggenjot produksinya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement