Ahad 20 Dec 2020 16:30 WIB

Muhammadiyah Sahkan Fiqih Zakat Kontemporer, Ini Isinya

Fiqih Zakat Kontemporer disahkan Muhammadiyah.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
Muhammadiyah Sahkan Fiqih Zakat Kontemporer, Ini Isinya. Foto: Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Muhammadiyah Sahkan Fiqih Zakat Kontemporer, Ini Isinya. Foto: Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID,GRESIK -- Muhammadiyah menutup Munas Tarjih ke-31 Mewujudkan Nilai-Nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan. Berlangsung 28 November-20 Desember 2020, ini jadi Munas Tarjih terpanjang sepanjang sejarah Muhammadiyah.

Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Drs Mohammad Mas'udi mengatakan, ada tujuh putusan yang jadi garis besar Munas Tarjih ke-31. Mulai dari fiqih zakat kontemporer, difabel sampai agraria.

Baca Juga

Fiqih Zakat Kontemporer disusun sebagai tuntunan yang mengarahkan umat Islam memaksimalkan potensi zakat untuk kesejahteraan sosial. Dari sini, diputuskan harta yang dizakati merupakan harta simpanan dan penghasilan.

Terkait zakat profesi, dituntunkan badan usaha komersial atau perusahaan merupakan subjek hukum syariah, sehingga dikenakan zakat perusahaan. Ada pula perubahan mendasar zakat fitri terkait aspek-aspek distribusinya.

Dengan pertimbangan, zakat fitri dapat didistribusi badan amil sepanjang tahun. Peruntukannya diperluas, mencakup kegunaan untuk modal bergulir, beasiswa, dan penguatan kelompok kelompok rentan pendangkalan akidah.

Terkait Fiqih Difabel, Muhammadiyah menegaskan Islam tidak diskrimintif kepada difabel karena Allah SWT tidak menilai manusia dari struktur anatomi. Mereka memiliki potensi berkontribusi nyata dalam kemajuan.

Diwujudkan dalam pemenuhan hak difabel dalam berbagai dimensi. Pengadaan fasilitas peribadatan harus memperhatikan kebutuhan difabel, praksisnya menekankan prinsip hilangkan kemudaratan, memudahkan dan menggembirakan.

"Untuk memenuhi dan melindungi hak-hak difabel terkait persoalan hukum dan muamalah, tumbuh kembang dan sipil meliputi aksesibilitas fasilitas kebutuhan seperti layanan hukum, lapangan kerja, berpatisipasi politik, pendidikan, keagamaan dan lain-lain," kata Mas'udi, Ahad (20/12).

Sedangkan, Fiqih Agraria menegaskan hak kepemilikan hakiki hanya Allah SWT dan hak milik manusia hanya relatif. Mengurai kompleksitas agraria saat ini seperti penderitaan petani kecil dan masyarakat adat.

"Yang hak-hak dan kearifan lokal mereka dalam pengelolaan tanah sering dikesampingkan. Karenanya, ada tiga ranah penting pengamalan Fiqih Agraria seperti edukasi, baik kepada rakyat, pengusaha, maupun negara," ujar Mas'udi.

Termasuk, edukasi umat kalau persoalan agraria bagian penting layaknya kerusakan moral. Ada pula advokasi dan regulasi, pendampingan korban, termasuk upaya-upaya hukum judicial review soal pasal-pasal bersamalah.

Fiqih Agraria juga memberikan rekomendasi amal bagi negara, penguasan, hingga keluarga dan individu. Jika rekomendasi-rekomendasi dilakukan tentunya akan sangat membantu pengentasan masalah agraria di Tanah Air.

Selain itu, Munas Tarjih memutuskan masalah Terminasi Hidup, Perawatan Paliatif dan Penyantunan Kaum Senior. Muhammadiyah memutuskan perbuatan terminasi atau mengakhiri hidup (eutanasia) ini merupakan haram.

Namun, yang tidak termasuk terminasi hidup ketika dokter tidak terapkan sarana pengobatan yang tersedia secara maksimal. Termasuk, alat penopang hidup karena berdasarkan pertimbangan dokter hal itu tidak akan efektif.

Pertimbangannya, jika diterapkan membebani keluarga secara finansial, meninggalkan keluarga tanpa jaminan finansial (habis untuk berobat). Penggunaan penahan sakit berefek memperpendek umur juga tidak termasuk.

"Munas Tarjih merekomendasikan perawatan palliatif sebagai tindakan yang lebih manusiawi dan sesuai dengan semangat ajaran Islam," kata Mas'udi.

Paliliatif meliputi dukungan moril, psiko-sosio, spiritual dan finansial ke pasien, khususnya dengan penyakit berat dan terminal. Sertam keluarga yang hadapi musibah, dan kaum senior agar jalani hidup penuh martabat.

Lalu, Kriteria Waktu Subuh. Muhammadiyah menyimpulkan ketentuan Kemenag tentang ketinggian matahari pada waktu subuh di angka -20 derajat perlu dikoreksi dan menilai -18 derajat merupakan angka yang lebih akurat.

Muhammadiyah turut mengesahkan Risalah Akhlak Islam Filosofis sebagai pengarus utamaan akhlak dalam kehidupan beragama. Meninjau konsep akhlak secara filosofis, itautkan dasar tekstual-normatif Alquran dan hadits.

Terakhir, Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Munas Tarjih kali ini meninjau ulang beberapa tuntunan yang tertera dalam HPT, melengkapi dalil terkait puasa tiga hari pada 14, 15, 16 setiap bulan qamariyah.

Lalu, terkait sujud sahwi, shalat sunah sesudah wudhu, shalat istisqa, shalat jenazah secara ghaib, shalat jamak antara shalat Jumat dan shalat Ashar. Peninjauan ulang ini diharapkan mendorong umat mempedomani HPT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement