Ahad 20 Dec 2020 11:11 WIB

Pembatasan Natal oleh Hamas di Gaza Memicu Kontroversi

Hamas memberlakukan pembatasan Natal tahun ini

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Hamas memberlakukan pembatasan Natal tahun ini, Umat Kristiani di Gaza.
Foto: EPA
Hamas memberlakukan pembatasan Natal tahun ini, Umat Kristiani di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA— Otoritas Umum Pemberitaan dan Bimbingan di Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Palestina melalui salah satu direkturnya Dr Walid Owaidah, memutuskan untuk mengikuti perintah Hamas, untuk membatasi perayaan Natal di Gaza. 

Keputusan ini sontak menuai kritik tajam dari banyak warga Palestina, terutama umat Kristen, menyusul tidak adanya kaitan antara keputusan tersebut dengan merebaknya pandemi di jalur Gaza.  

Baca Juga

Disisi lain, dalam dokumen yang dikeluarkan 15 Desember lalu, Hamas mengklaim bahwa anjuran tersebut hanya berlaku bagi Muslim yang berencana menghadiri perayaan natal. Dokumen tersebut juga  merekomendasikan serangkaian tindakan untuk "membatasi interaksi" dengan perayaan Natal di Jalur Gaza. 

Langkah-langkahnya antara lain mengeluarkan fatwa dan kampanye online yang melibatkan para penceramah Muslim tentang perlunya memberlakukan pembatasan pada perayaan Natal. 

Beberapa warga Palestina mengutuk langkah Hamas sebagai "rasis" dan mengatakan itu adalah tanda tindakan keras gerakan Islam yang sedang berlangsung terhadap orang Kristen Palestina. 

"Ini adalah dokumen berbahaya oleh Hamas," kata aktivis hak asasi manusia yang berbasis di Ramallah, Shaheen Fahmi. Ini adalah kejahatan dan mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban, ujarnya yang dikutip di Jarusalem Post, Ahad (20/12).

Aktivis politik Mohammad Abdel Salam mengatakan, keputusan Hamas tidak berbeda dengan yang diambil ISIS dan Taliban. Ozrang-orang ini tidak mengakui orang Kristen sebagai penduduk asli negeri itu,” tambahnya. 

Mohammed Abu Jayyab, seorang jurnalis dari Jalur Gaza, mengatakan bahwa dia berharap melihat Hamas menyusun rencana "untuk mengekang korupsi pejabat dan pelanggaran hak-hak orang" daripada menargetkan orang Kristen.

“Setiap tahun, kami menegaskan bahwa kami tidak mampu membawa perubahan positif,” tulis Abu Jayyab di halaman Facebook-nya. Kami terus mematuhi semua rencana dan kebijakan yang gagal, kata dia.

Persatuan Demokratik Palestina (FIDA), sebuah kelompok PLO sekuler, menyatakan kemarahan atas keputusan Hamas, menjulukinya sebagai "Penyimpangan terang-terangan dari nilai-nilai toleransi dan persaudaraan yang selalu berlaku di antara rakyat Palestina, Kristen dan Muslim," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement