Sabtu 19 Dec 2020 06:16 WIB

Pasang Surutnya Hubungan Erdogan dan Netanyahu

Turki dan Israel kini memasuki hubungan yang hangat lagi

Rep: Lintar Satria/Puti Almas/ Red: Elba Damhuri
Erdogan (kiri) dan Netanyahu (kanan)
Foto: .
Erdogan (kiri) dan Netanyahu (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Hubungan Turki dan Israel akan memasuki babak baru lagi jika pos kedutaan besar terisi yang selama ini kosong. Dalam sebuah laporan seperti dikutip Aljazirah, hubungan Turki dengan Israel bisa membaik dan lebih mesra.

Dalam laporan yang dikutip Aljazirah, Ankara akan menunjuk lagi duta besar pertama untuk mitranya di Mediterania itu setelah lebih dari dua setengah tahun ditinggalkan.

Presiden Recep Tayyip Erdogan akan memilih seorang diplomat yang dididik di Yerusalem dan dikatakan pro Palestina. Menurut laporan Al-Monitor yang mengutip sumber-sumber, Ankara telah memilih Ufuk Ulutas untuk memimpin upaya membangun jembatan Turki dengan Israel. 

Ulutas saat ini mengepalai pusat penelitian kementerian luar negeri. Sebelumnya ia memimpin sebuah wadah pemikir pro-pemerintah.

Ulutas belajar politik Ibrani dan Timur Tengah di Universitas Ibrani Yerusalem.

Digambarkan sebagai "sangat halus" dan "sangat pro-Palestina" oleh sumber yang dikutip dalam laporan Al-Monitor, Ulutas akan menghadapi tugas berat dalam memperbaiki hubungan yang telah berubah dari buruk menjadi lebih buruk dalam beberapa tahun terakhir.

Aljazirah menulis berita bakal ada diplomat yang dididik di Yerusalem akan menandai mulai mencairnya hubungan antara kedua negara setelah bertahun-tahun antagonisme dan retorika berapi-api terus berkecamuk antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Hubungan Israel dengan pemerintahan Erdogan diperburuk pada tahun 2010 ketika pasukan komando Israel menyerbu Mavi Marmara, bagian dari armada yang berusaha untuk melanggar blokade Israel atas wilayah Palestina di Gaza.

Serangan pasukan Israe ini menewaskan delapan warga Turki dan seorang aktivis Amerika-Turki.

Enam tahun kemudian, Erdogan dan Netanyahu mencoba memulihkan hubungan dalam kesepakatan rekonsiliasi, di mana menunjuk duta besar. Ini terjadi setelah Netanyahu meminta maaf atas serangan itu dan setuju untuk membayar kompensasi kepada keluarga para korban.

Namun, keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel menimbulkan konflik keras Turki dan Israel. Ditambah, adanya tanggapan keras Israel terhadap protes Palestina soal Yerusalem ini.

Erdogan dan Netanyahu memutuskan hubungan diplomatik tingkat atas pada Mei 2018 tetapi mempertahankan kedutaan dan konsulat masing-masing. 

Di antara pasang surut diplomatik, baik Erdogan dan Netanyahu terlibat dalam seruan berkala yang tampaknya dirancang untuk konsumsi domestik.

Tahun lalu, Erdogan membandingkan kebijakan Palestina Israel dengan Holocaust, membuat Netanyahu menuduhnya sebagai seseorang yang "membantai Kurdi di negaranya".

Kini, jalan baru hubungan Turki dan Israel terbuka. "Mereka mungkin pada prinsipnya menyetujui normalisasi bertahap. Jadi saya berharap retorika ini berhenti," kata seorang mantan diplomat senior Turki kepada Aljazirah.

 

sumber : Aljazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement