Jumat 18 Dec 2020 04:55 WIB

Kasus HRS, Polisi Minta Keterangan Ahli Bahasa

Penyidik tengah mengumpulkan bukti dan keterangan saksi untuk melengkapi berkas.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya kini tengah memeriksa saksi ahli bahasa terkait kasus hukum yang menjerat tokoh Front Pembela Islam (FPI) HabibRizieq Shihab(HRS). Penyidik pun masih mengumpulkan keterangan saksi dan bukti untuk melengkapi berkas perkara.

"Iya betul, ada saksi ahli bahasa yang dilakukan pemeriksaan. Sekarang ini penyidik tengah mengumpulkan alat bukti untuk keterangan-keterangan saksi, petunjuk, untuk melengkapi berkas perkara yang ada," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Kamis.

Baca Juga

Selain saksi ahli bahasa, Yusri juga mengatakan pihak kepolisian akan memeriksa Kepala Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta sebagai saksi dalam kasus tersebut. Penyidik Polda Metro Jaya menahan tersangka pelanggaran protokol kesehatan HRS usai menjalani pemeriksaan selama 12 jam.

"Tersangka menjalani penahanan mulai 12 Desember hingga 20 hari ke depan," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol. Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Ahad dini (13/12) hari.

 

Argo mengatakan penyidik menahan HRSdi Rumah Tahanan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya hingga 31 Desember 2020.

Argo menambahkan penyidik memiliki pertimbangan objektif dan subjektif terkait penahanan terhadap HRS, antara lain hukuman lebih dari lima tahun, agar tidak menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri, serta tidak melakukan tindak pidana yang sama.

Selama menjalani pemeriksaan, HRS menerima 84 pertanyaan dari penyidik terkait dengan dugaan pelanggaran protokol kesehatan.

HRS dianggap menyerahkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kerumunan Petamburan di tengah pandemi Covid-19 dengan jeratan Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP.

Sementara itu, ada lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement