Kamis 17 Dec 2020 17:52 WIB

Keputusan Anies Soal WFH yang tak Sesuai Arahan Luhut

Anies memutuskan kapasitas maksimal bekerja di kantor 50 persen bukan 25 persen.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beraktivitas di rumah dinas Gubernur DKI di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (3/12). Anies memutuskan aturan pembatasan baru pada masa pandemi salah satunya kapasitas maksimal bekerja di kantor sebesar 50 persen. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beraktivitas di rumah dinas Gubernur DKI di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (3/12). Anies memutuskan aturan pembatasan baru pada masa pandemi salah satunya kapasitas maksimal bekerja di kantor sebesar 50 persen. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fauziah Mursid, Antara

Permintaan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan agar Jakarta mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah atau WFH hingga 75 persen tak dikabulkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. Anies tetap menerapkan kapasitas bekerja dari kantor atau work from office (WFO) sebesar 50 persen.

Baca Juga

Namun, batasan jam operasional diatur maksimal hingga pukul 19.00 WIB. Hal tersebut tertuang dalam Seruan Gubernur (Sergub) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kegiatan Masyarakat dalam Pencegahan Covid-19 pada Masa Libur Hari Raya Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, yang ditandatangani Anies pada Rabu (16/12).

"Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja (kantor) untuk menerapkan batasan jam operasional paling lama pukul 19.00 WIB dan menerapkan batasan kapasitas jumlah orang paling banyak 50 persen yang bekerja di kantor/tempat kerja dalam satu waktu bersamaan," tulis poin 1b, seperti dikutip Republika dalam salinan Sergub itu, Kamis (17/12).

Kebijakan itu mulai berlaku besok, 18 Desember 2020, hingga 8 Januari 2021. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Sebelumnya, Luhut meminta daerah termasuk DKI Jakarta untuk mengetatkan kebijakan WFH. Tujuannya, untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pascaliburan dan cuti bersama seperti yang terjadi sebelumnya. Salah satunya yang terjadi pada Oktober 2020 lalu.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai, sebenarnya memasuki akhir tahun, kegiatan perkantoran cenderung berkurang. Namun, tetap ada perkantoran yang harus menyelesaikan tanggung jawabnya pada akhir tahun. Sehingga Pemprov DKI tidak melakukan pengetatan terhadap kapasitas WFO.

"Sesungguhnya di akhir tahun ini kegiatan juga sebetulnya kecil. Tapi kami memberi kesempatan pada perkantoran yang memang harus menyelesaikan tugas-tugas di akhir tahun," kata Ariza di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (17/12).

Ariza tetap menilai, keputusan yang diambil Pemprov DKI itu telah dikoordinasikan dengan Luhut dan Satgas Pengananan Covid-19.

"Memang semula Pak Luhut minta 75 persen, tapi setelah dikoordinasikan kembali, kami koordinasi dengan Satgas Pusat dan Pak Luhut, gubernur juga berkoordinasi, akhirnya sepakat dari pemerintah pusat akhirnya WFH diputuskan 50 persen," jelas dia.

Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono mendukung keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap menerapkan kapasitas kerja dari kantor atau WFO sebesar 50 persen. Dia menyebut, kebijakan itu menjadi upaya antisipasi penyebaran Covid-19 jelang akhir tahun.

"Setuju karena jelang libur akhir tahun perlu langkah-langkah antisipasi. Apalagi positivy rate sudah di angka 18,8 persen. Sangat berbahaya," kata Mujiyono saat dihubungi, Kamis (17/12).

Dia pun tidak mempermasalahkan keputusan Anies yang tidak sesuai dengan arahan Luhut. Menurut Mujiyono, kebijakan yang dibuat Anies sudah tepat. Sebab, kata dia, orang yang lebih memahami kondisi Jakarta adalah gubernur dan melalui berbagai pertimbangan.

"Kan himbauan itu (kapasitas WFH 75 persen), yang lebih memahami kondisi Jakarta kan pak gubernur dan pasti sudah dengan berbagai macam pertimbangan," jelas dia.

Selain itu, Mujiyono menilai, potensi terjadinya mobilitas orang ke luar kota lebih besar jika kebijakan WFH 75 persen lantaran sulit dikontrol. "WFH 75 persen malah bisa berpotensi mereka melakukan liburan akhir tahun, kan WFH susah di kontrol dibanding kalau tetap (bekerja) di kantor," imbuhnya.

Berbicara terpisah, Sekretaris KemenPANRB Dwi Wahyu Atmaji mengatakan aturan sistem kerja ASN berdasarkan kategori zona risiko wilayah masih berlaku hingga saat ini. Pengaturan sistem kerja didasarkan kriteria wilayah berdasarkan risiko penyebaran Covid-19 tinggi, sedang, rendah dan tidak terdampak.

"Yang di zona merah maksimal WFO (bekerja dari kantor) bisa 0-25 persen," ujar Dwi melalui pesan singkatnya, Rabu (16/12).

Sementara, untuk instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota berkategori tidak terdampak/tidak ada kasus, jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO) paling banyak 100 persen. Namun, untuk wilayah berkategori risiko rendah, jumlah ASN yang melaksanakan WFO paling banyak 75 persen.

Untuk instansi pemerintah pada wilayah berkategori risiko sedang, PPK diminta mengatur jumlah ASN yang melakukan WFO paling banyak 50 persen. Karena itu, Dwi menyebut, ketentuan kerja ASN itu mengikuti status daerah masing-masing.

"Bisa berlaku di semua daerah ASN akan mengikuti status daerah masing-masing. Tentu saja tetap harus memperhatikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan," ungkapnya.

Begitu juga halnya dengan PNS yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jika daerah itu dianggap masih berstatus tinggi atau zona merah, maka diharapkan mengikuti aturan sistem kerja PNS berdasarkan zonasi.

"Dalam edaran Menpan, ASN mengikuti status daerah masing-masing," ungkapnya

KemenPANRB telah menerbitkan surat edaran terbaru perihal sistem kerja aparatur sipil negara (ASN) yakni SE Nomor 67 Tahun 2020 pada awal September lalu. Sistem kerja baru ASN dilakukan dengan mengatur kehadiran jumlah pegawai atau work from office (WFO) berdasarkan kategori zona risiko wilayah.

Melalui SE, MenPAN RB Tjahjo Kumolo mengatakan, pengaturan sistem kerja baru bagi ASN ini dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan memperhatikan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO) maupun bekerja di rumah/tempat tinggal (WFH) berdasarkan data zonasi risiko dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Sementara, kriteria wilayah berdasarkan risiko penyebaran Covid-19 terbagi menjadi empat yakni tidak terdampak, rendah, sedang, dan tinggi.

Bagi instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota berkategori tidak terdampak/tidak ada kasus, PPK dapat mengatur jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO) paling banyak 100 persen. Namun, untuk wilayah berkategori risiko rendah, jumlah ASN yang melaksanakan WFO paling banyak 75 persen.

Untuk instansi pemerintah pada wilayah berkategori risiko sedang, PPK diminta mengatur jumlah ASN yang melakukan WFO paling banyak 50 persen.

"Untuk instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota berkategori risiko tinggi, PPK dapat mengatur jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (work from office) paling banyak 25 persen pada unit kerja instansi yang bersangkutan," katanya.

 

photo
Kebiasaan baru di perkantoran dengan protokol kesehatan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement