Kamis 17 Dec 2020 16:22 WIB

Rouhani Yakin AS akan Cabut Sanksi untuk Iran

Joe Biden diyakini membawa AS kembali kepada kesepakatan nuklir Iran

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Presiden terpilih Joe Biden
Foto: AP/Patrick Semansky
Presiden terpilih Joe Biden

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Iran Hassan Rouhani meyakini bahwa pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang akan datang akan mengembalikan negara tersebut ke komitmen kesepakatan nuklir. Dia juga mengatakan, bahwa pemerintahan AS berikutnya bakal mencabut sanksi yang melumpuhkan negaranya.

"Saya yakin bahwa perlawanan tiga tahun rakyat Iran akan membujuk pemerintah Amerika di masa depan untuk kembali pada komitmennya dan sanksi akan dicabut," kata Rouhani.

Baca Juga

Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018 dan memberlakukan sanksi baru. Perebutan kekuasaan Presiden terpilih Joe Biden telah meningkatkan kemungkinan bahwa Washington dapat bergabung kembali dengan perjanjian tersebut.

Biden sebelumnya sudah mengungkapkan kemungkinan AS akan bergabung kembali ke perjanjian yang disepakati dengan lima kekuatan dunia lainnya itu. Sebelumnya, Rouhani mengatakan Iran senang dengan akan berakhirnya pemerintahan Trump. Tetapi tak terlalu menyambut pemerintahan Biden.

Seperti dilansir laman Aljazirah, diplomat senior Iran dan negara-negara besar telah bertemu secara virtual untuk membahas keadaan kesepakatan nuklir yang sempat terkikis karena keluarnya AS. Dipimpin oleh pejabat senior urusan luar negeri Uni Eropa Helga Schmid, pertemuan pada Rabu (16/12) waktu setempat merupakan "komisi bersama" termasuk para penandatangan pakta yang tersisa dan dimaksudkan untuk mempersiapkan pembicaraan mendatang di antara para menteri luar negeri mereka.

Setelah penarikan AS, Iran telah membalas dengan secara bertahap meninggalkan batasan pada aktivitas nuklirnya yang ditetapkan di JCPOA, yang paling baru berencana untuk memasang sentrifugal canggih di pabrik pengayaan nuklir utama Iran di Natanz. Pekan lalu Prancis, Jerman dan Inggris  secara kolektif dikenal sebagai "E3" mengutuk rencana yang sangat mengkhawatirkan itu karena bertentangan dengan kesepakatan nuklir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement