Kamis 17 Dec 2020 15:10 WIB

KPK Gandeng PPATK dan Perbankan Lacak Aliran Dana Bansos

KPK juga menggandeng perbankan guna melacak transaksi keuangan terkait perkara ini.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Ketua KPK Firli Bahuri
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO
Ketua KPK Firli Bahuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih mendalami aliran dana terkait perkara suap terhadap mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara (JPB). KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut aliran keuangan tersebut.

"Semua informasi tentu akan kami pelajari dan dalami," kata Ketua KPK Komisaris Jendral Polisi Firli Bahuri di Jakarta, Kamis (17/12).

Baca Juga

Mantan kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu mengatakan, KPK juga terus melakukan koordinasi dengan para pihak terkait berkenaan transaksi para tersangka dalam perkara tersebut. KPK, sambung dia, masih menunggu informasi dan bukti petunjuk lainnya.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaganya bekerja sama dengan dan PPATK guna menelusuri aliran dana yang dimaksud. Dia mengatakan, KPK juga menggandeng pihak perbankan guna melacak transaksi keuangan terkait perkara ini.

Namun, Ali Fikri enggan untuk mengungkapkan secara rinci proses penelusuran dana tersebut. Dia mengatakan, hal itu masih dalam bagian proses penyidikan perkara.

"Mengenai data dan informasi yang diberikan PPATK tentu tidak bisa kami sampaikan karena itu bagian dari strategi penyidikan penyelesaian perkara ini," katanya.

Seperti diketahui, perkara suap bansos Covid-19 telah menyeret Juliari Peter Batubara. Politikus PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

KPK menduga Mensos menerima suap Rp 17 miliar dari “fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB.

Tersangka MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Tersangka AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement