Kamis 17 Dec 2020 09:59 WIB

Dakwah Transformatif: Tutup Mata dengan Kemiskinan Umat

Kemiskinan menjadikan umat Islam sebagai komoditi dimanfaatkan segelincir pihak.

Kemiskinan (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kemiskinan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Fanshoby, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Attaqwa Bekasi

Ini bermula pada tren dakwah yang masih seputar urusan syariah. Hal-hal paling fundamental dari dakwah yang berkaitan dengan urusan umat masih kurang mendapat perhatian.

Pada kalangan umat di akar rumput misalnya, problem kemiskinan, kebodohan, ketertindasan, hingga ketidakberdayaan menjadi hal yang fundamental. Namun, dakwah sekarang ini seperti menutup mata dari hal-hal fundamental tersebut.

Padahal, sedari awal, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjadikan dakwah Islam sebagai alat pembebasan. Nilai-nilai keislaman menentang dengan keras kemiskinan, kebodohan, ketertindasan, hingga ketidakberdayaan.

Rasul dengan sungguh-sungguh melawan kondisi sosial Arab masa itu yang dalam Alquran disebut hamiyyatul jahiliyyah. Kebanggaan jahiliyyah, kebanggaan berdasarkan keturunan, kekayaan, dan kekuasaan. Di sana terdapat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Pada saat itu, Rasulullah memberikan contoh bagaimana dakwah Islam dapat mendorong perubahan sosial. Dari yang sebelumnya miskin menjadi sejahtera, yang sebelumnya bodoh menjadi cerdas, yang sebelumnya tertindas menjadi bebas, dan yang sebelumnya tidak berdaya menjadi merdeka.

Rasul memulai pergerakannya dari kalangan bawah untuk keluar dari bayang-bayang para kalangan bangsawan dan saudagar kaya. Nilai yang ada di dalam model dakwah seperti itu kemudian disebut dengan dakwah transformatif. Dakwah yang mampu memberikan efek perubahan sosial.

Kemiskinan Umat

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2020 meningkat sebanyak 1,28 juta orang atau meningkat sebesar 0,37 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas beragama Islam.

Maka dapat diasumsikan, penduduk miskin di Indonesia mayoritas beragama Islam. Ini persoalan umat yang tak kalah penting karena kemiskinan dekat dengan kekafiran.

Adapun yang terjadi di kalangan akar rumput lebih buruk lagi. Data BPS mengungkapkan jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih tinggi sebanyak 15,26 juta orang dibandingkan perkotaan yang sebanyak 11,16 juta orang. Tantangan dakwah di akar rumput semakin kompleks karena di pedesaan jauh dari akses fasilitas kesejahteraan, pendidikan memadai, hingga kesehatan. Seorang aktivis dakwah di pedesaan mesti terlibat dalam perubahan sosial.

Namun faktanya, masih banyak aktivis dakwah di pedesaan hanya bergelut pada urusan syariah. Padahal di kalangan umat akar rumput, urusan yang mampu menjauhkan mereka dari kekafiran adalah urusan kesejahteraan.

Aktivis dakwah memiliki peran ganda selain menyampaikan urusan syariah juga memiliki peran membantu umat mencapai kesejahteraan. Ini bukan peran yang mudah. Paling tidak ini dapat dimulai dengan menanamkan paradigma baru dalam berdakwah, khususnya dakwah pada kalangan akar rumput.

Mereka adalah umat yang paling membutuhkan perubahan. Dakwah dapat menjadi alat perubahan sebagaimana Rasulullah menjadikan dakwah sebagai alat perubahan sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement