Kamis 17 Dec 2020 00:11 WIB

Target Vaksin 18-59 Tahun yang Perlu Dikaji Ulang

Herd immunity baru bisa terjadi jika kelompok rentan masuk target program vaksin.

Kendaraan melintas di dekat baliho sosialisasi manfaat vaksinasi Covid-19 di kawasan Lebak Bulus, Jakarta. Pemerintah nantinya akan menggratiskan vaksin bagi masyarakat di usia 18-59 tahun dan dalam kondisi sehat atau tidak memiliki penyakit penyerta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kendaraan melintas di dekat baliho sosialisasi manfaat vaksinasi Covid-19 di kawasan Lebak Bulus, Jakarta. Pemerintah nantinya akan menggratiskan vaksin bagi masyarakat di usia 18-59 tahun dan dalam kondisi sehat atau tidak memiliki penyakit penyerta.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Zainur Mahsir Ramadhan, Rizky Suryarandika, Haura Hafizah, Sapto Andika Candra

Kepastian vaksin gratis hingga mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok sudah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah pun akan melakukan realokasi anggaran agar program vaksin Covid-19 gratis bisa terwujud di Indonesia.

Baca Juga

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengapresiasi upaya pemerintah menggratiskan vaksin Covid-19. Namun ia mengingatkan komitmen anggaran untuk vaksinasi ini hingga beberapa tahun ke depan.

"Dengan menggratiskan, harus dipikirkan apakah pandemi bisa cepat berakhir. Pandemi tidak mungkin selesai dalam waktu tiga tahun, setelah itu harus ada vaksinasi lagi," ujar Miko kepada Republika.co.id, Rabu (16/12).

Ia menjelaskan, meskipun vaksinasi diberikan kepada seluruh masyarakat yang memenuhi syarat, kekebalan kelompok masih sulit untuk dicapai. Alasannya herd immunity dapat bisa dicapai apabila 80 persen dari kelompok yang susceptible (rentan penyakit) telah divaksinasi, yaitu seluruh penduduk yang berjumlah 260 juta.

Akan tetapi, vaksin yang tersedia saat ini baru bisa digunakan untuk kelompok umur 18-59 tahun. Vaksin juga ditujukan bagi mereka yang tidak memiliki penyakit rentan. Data pemerintah menyebutkan, hanya 107 juta dari 160 juta orang dalam kelompok umur tersebut yang akan divaksinasi. Miko melihat faktor tersebut akan membuat herd immunity sulit untuk dicapai.

"Kalau nanti gabungan vaksin merah putih sudah ada dan bisa diberikan ke anak-anak dan lansia juga, baru bisa herd immunity," jelas Miko.

Selain itu, vaksin-vaksin yang sudah siap dibagikan baru mengalami uji coba selama enam bulan atau kurang dari setahun. Masih perlu dilihat efek samping vaksin ini dalam setahun setelah digunakan. Apalagi umumnya efektivitas vaksin sangat singkat, hanya sekitar 1-3 tahun.

"Kalau misalnya dalam 1 tahun ada efek samping yang berat akan ditarik lagi, tapi risiko (vaksinasi) sepadan daripada terus ada yang jadi korban," kata Miko.

Pemerintah menargetkan ada 107 juta orang dari 160 juta penduduk di rentang usia 18-59 tahun yang divaksinasi sepanjang 2020-2022. Awalnya 32 juta orang digratiskan dan 75 juta lainnya mengakses secara mandiri.

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, dr Syahrizal Syarif, juga mengkritik kebijakan pemberian vaksin hanya ke kelompok usia 18-59 tahun. Ia menilai pemerintah salah jalan.

"Sebaliknya, tenaga kesehatan dan orang lanjut usia yang harus menjadi prioritas vaksin Covid-19," ujar dia.

Syahrizal mengatakan, mayoritas negara lain yang melakukan kebijakan vaksin justru memprioritaskan tenaga kesehatan dan lansia. "Kita malah lain sendiri," ucapnya.

Ketika ditanya peningkatan kasus harian Covid-19 di Indonesia yang selalu melonjak dan memuncaki kawasan ASEAN, ia tak menampik. Menurutnya, longgarnya pembatasan sosial dan kurang efektifnya upaya pencegahan dari pemerintah jadi penyebabnya.

‘’Ya kira-kira begitu. Kita masih malu mengakui kalau gagal mengendalikan Covid-19,’’ tuturnya.

Pemberian vaksin gratis di sisi lain dianggap pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, sebagai kebijakan yang tepat. Sebab, pandemi membuat keadaan ekonomi masyarakat terpuruk.

"Iya vaksin Covid-19 harus didapatkan secara gratis oleh masyarakat pada kondisi pandemi seperti ini. Keadaan ekonomi masyarakat tidak memungkinkan membeli vaksin Covid-19 apalagi kalau vaksin ini dilakukan secara berulang," katanya.

Kemudian, ia melanjutkan jika nanti kondisi pandemi sudah berakhir baru pemerintah bisa membuat keputusan kalau vaksin Covid-19 berbayar. Ia mencontohkan seperti vaksin influenza tidak menjadi program imunisasi yang ditanggung pemerintah pada kondisi tidak pandemi saat itu.

"Jadi, pemerintah harus bisa memahami kondisi masyarakat. Saat kondisi seperti ini vaksin Covid-19 yang diberikan harusnya gratis," kata dia.

Agar program vaksin tepat sasaran, Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Felly Estelita Runtuwene, meminta pemerintah mengoptimalkan kampanye vaksinasi. Kampanye tetap diperlukan agar masyarakat memperoleh informasi yang tepat.

Felly berharap masyarakat memahami program vaksinasi Covid-19 secara lengkap. Felly tak ingin muncul asumsi-asumsi negatif hingga membuat masyarakat enggan divaksinasi atau merasa tak kebagian vaksin.

"Harus tahu vaksin ini untuk orang sehat. Vaksin diujicoba untuk yang sehat. Kalau informasi ini belum masuk maka bikin kebingungan masyarakat karena ada yang merasa tidak kebagian. Dan vaksin juga terbatas umurnya untuk 18-59 tahun yang sehat," kata Felly.

Presiden Joko Widodo telah mengumumkan vaksin Covid-19 akan tersedia gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun informasi seperti ini saja dianggap Felly harus dijabarkan lagi. Masyarakat, lanjut Felly harus paham tahapan vaksinasi agar tahu kapan gilirannya.

"Vaksin awal untuk yang langsung menangani Covid-19 seperti tenaga kesehatan. Kemudian baru yang lain. Vaksin datang baru 1,2 juta berarti untuk 600 ribu orang karena 2x dosis per orang," ujar politikus asal partai NasDem itu.

Felly meminta pemerintah tak main-main dalam vaksinasi Covid-19 karena menyangkut kehidupan rakyat. Ia mengingatkan pemerintah agar belajar dari negara lain yang sudah lebih dulu menggelar vaksinasi.

"Negara kita bukan yang pertama dapat vaksin, jadi harus belajar dari negara lain," ucap Felly.

Realokasi anggaran

Sementara itu, negara diyakini akan bisa mengumpulkan anggaran yang cukup bagi program vaksin. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan anggaran pemerintah yang bisa digunakan untuk program vaksinasi Covid-19 secara gratis kepada masyarakat adalah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021. Di dalam APBN 2021, dari anggaran infrastruktur, belanja pegawai dan belanja barang bisa dipangkas untuk vaksinasi Covid-19.

“Anggaran untuk vaksinasi Covid-19 bisa dari APBN 2021. Anggaran belanja pegawai dan belanja barang tahun depan sebaiknya direlokasi ke program vaksinasi Covid-19. Yang terpenting adalah vaksin ini. Pemerintah harus prioritaskan vaksinasi kepada masyarakat,” katanya.

Kemudian, ia melanjutkan anggaran infrastruktur juga bisa dipangkas dan dipindahkan anggarannya untuk program vaksinasi Covid-19. Pemerintah harus fokus menganggarkan vaksin ini secara gratis. Masyarakat seluruh Indonesia harus bisa dipastikan akan divaksin tanpa dipungut biaya apapun.

“Terkait pengawasan vaksin diharapkan jangan terjadi monopoli distributor. Ini KPPU sebagai pengawas harus melakukan deteksi dini. Lalu, soal fokus pada kelompok rentan diutamakan seperti masyarakat lansia dan memiliki penyakit bawaan,” kata dia.

Total anggaran vaksinasi yang disiapkan pemerintah untuk tahun 2021, berdasarkan rencana awal, mencapai Rp 60,5 triliun. Rinciannya, Rp 18 triliun untuk pengadaan vaksin Covid-19, Rp 3,7 triliun untuk penerapan imunisasi, dan Rp 1,3 triliun untuk pengadaan sarana prasarana laboratorium dan litbang.

Kebijakan untuk menggratiskan vaksin ini berbeda dengan ketetapan pemerintah sebelumnya, yakni membagi program vaksinasi ke dalam dua skema. Pemerintah memang menargetkan ada 107 juta orang (rentang usia 18-59 tahun) yang divaksinasi sepanjang 2020-2022. Skema vaksinasi dibagi dua, yakni 32 juta orang digratiskan dan 75 juta lainnya mengakses secara mandiri.

Satgas Penanganan Covid-19 juga sempat menjelaskan mengenai kebutuhan jumlah populasi yang perlu divaksin untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity, yakni setidaknya 70 persen populasi. Artinya jika jumlah populasi Indonesia 267 juta jiwa, maka perlu dilakukan vaksinasi untuk setidaknya 170-180 juta orang untuk mencapai kekebalan komunitas. Itu pun, masih tergantung dari efektivitas dari masing-masing merek vaksin Covid-19.  

Setidaknya ada enam pabrikan vaksin Covid-19 yang masuk daftar program vaksinasi pemerintah. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Keenamnya adalah, PT Bio Farma, AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.

photo
Prioritas Sasaran Vaksin Covid-19 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement