Rabu 16 Dec 2020 16:51 WIB

Pandemi Belum Reda, Perilaku Harus Beda

Situasi sudah tidak normal, sekarang, dan ke depan adalah dunia dengan realitas baru.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hampir 10 bulan bangsa Indonesia hidup bersama virus corona. Hingga kini, ada ragam persepsi dari yang berpikir semua konspirasi sampai merasakan virus ini nyata karena terpapar, dari yang semula sangat takut sampai sekarang yang mulai tidak peduli.

Misalnya, orang mulai tidak mengikuti protokol kesehatan baik ke masjid, pasar, dan mulai melakukan tamasya setiap akhir pekan. Banyak juga desakan supaya sekolah masuk lagi, tidak perlu ada pembatasan wilayah, yang intinya orang ingin kembali ke suasana sebelum pandemi.

Ketua Muhammadiyah Covid Command Center (MCCC), Agus Samsudin mengatakan, epidemolog menyebut sekarang merupakan zaman tidak normal, sehingga tidak ada cerita kembali ke normal. Bagi MCCC sendiri, definisi yang ada yaitu realitas baru, bukan normal baru.

"Situasi sudah tidak normal, sekarang, dan ke depan adalah dunia dengan realitas baru, tatanan baru, titik," kata Agus, kepada Republika.co.id, Rabu (16/12).

Yuswohady dan rekan dalam e-book Megashift Industry memprediksi terjadi perubahan besar pada 2021 dan seterusnya. Tingkat mega ada pencetus perubahan yang tidak bisa dilawan, tingkat makro perubahan kompetisi, dan tingkat mikro ada perubahan perilaku konsumen.

"Di antara pencetus perubahan itu adalah akselerasi digitalisasi, kecemasan sosial, kesiapan vaksin, kepemimpinan pemerintah, serta disrupsi rantai pasok," ujar Agus.

Ke depan, lanjutnya, setiap orang harus melek digital, penggunaan teknologi informasi jadi bagian tidak terpisahkan. Tidak peduli apapun profesinya mulai dari dokter, guru, karyawan, ustaz, atau ibu rumah tangga suka tidak suka semuanya harus sadar digital.

Cara kerja berubah, kerja dari rumah, bagaimana pekerjaan selesai tanpa harus ada tatap muka dan kolaborasi tidak terpengaruh jarak dan waktu selama terkoneksi wifi. Kebiasaan bertemu tatap muka bersosialisasi, baik kerja atau pergaulan sosial, tidak bisa lagi.

Hadapi perubahan ini, Agus menekankan, kita perlu miliki agilitas atau kemampuan mudah mengubah diri merespons perubahan atau tantangan. Agilitas diterjemahkan pula kelincahan atau kegesitan. Ada intelectual agility yaitu sejauh mana pemikiran menerima perubahan.

"Menerima hal-hal baru, mampu berpikir dan mengantisipasi masa depan sekalipun menghadapi ketidakpastian," katanya.

Kedua, emotional agility, kemampuan seseorang membangun hubungan dengan berbagai pihak. Bisa memengaruhi orang lain secara efektif dengan alasan mendasar, dan apakah seseorang mampu ke luar dari ego pribadi menerima keragaman di kehidupan sehari-hari.

Terakhir, physical agility, kemampuan seseorang melakukan olah fisik, kelenturan tubuh, dan mampu melakukan beragam kegiatan fisik secara mandiri. Artinya, pada 2021 semua orang memang harus melakukan perubahan perilaku untuk bisa aman dari Covid-19.

Secara alamiah manusia memiliki agilitas dan berbeda satu orang dengan lainnya. Tapi, teruslah berusaha karena dunia tidak sama lagi dan perubahan jadi keniscayaan. Insya Allah, kata Agus, vaksin mulai tersedia, tapi perlu waktu hingga akhir tahun depan.

"Tetaplah memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan, serta hindari kerumunan. Salam sehat dan tetap semangat," ujar Agus, mengingatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement