Rabu 16 Dec 2020 13:14 WIB

China Diduga Sadap Warga AS Lewat Jaringan Telepon Karibia

Pemerintah dan operator AS tidak melindungi pengguna telepon genggam dengan cukup

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA.CO.ID
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- China diyakini menyalahgunakan celah jaringan telekomunikasi Karibia untuk memata-matai warga Amerika Serikat (AS). Media Inggris, the Guardian melaporkan hal ini disampaikan dalam laporan pakar keamanan jaringan telekomunikasi.

Pada Selasa (15/12), the Guardian, melaporkan penemuan ini menjadi peringatan baru bagaimana China mengeksploitasi kerentanan jaringan telekomunikasi di seluruh dunia. China tampaknya dapat menargetkan, melacak dan memotong jalur komunikasi warga AS.

Baca Juga

"Tidak satu pun di industri yang ingin masyarakat tahu tingkat keparahan pengawasan yang sedang terjadi," kata analis dan peneliti jaringan keamanan telekomunikasi Gary Miller yang menulis laporan tersebut.

Selama bertahun-tahun Miller menganalisis laporan-laporan dan hasil observasi terhadap ancaman intelijen di jalur telepon antara operator AS dan negara asing. Ia mengatakan di sejumlah kasus China tampaknya menggunakan jaringan di Karibia untuk melakukan pengawasan.

Masalahnya ada pada 'pesan sinyal', komunikasi balik layar yang membantu jaringan telepon genggam untuk menghubungkan panggilan dan melacak roaming pengguna. Tapi China mengambil keuntungan informasi itu untuk memata-matai orang, memantau lokasi dan kebiasaan mereka dan memotong jalur komunikasi mereka.

Pesan sinyal adalah perintah yang dikirimkan operator telekomunikasi di jaringan seluruh dunia, yang tidak diketahui pengguna telepon genggam. Pesan sinyal membuat operator dapat menemukan lokasi telepon dan menghubungkan telepon itu dengan penggunanya.

Pesan sinyal juga dapat digunakan untuk tindakan ilegal seperti pelacakan, pemantauan dan memutus jalur komunikasi. Operator telepon genggam AS dapat memblokir upaya semacam itu.

Namun bagi Miller pemerintah dan operator AS tidak melindungi pengguna telepon genggam dengan cukup. Sebab ia yakin banyak pengguna telepon genggam yang tidak menyadari betapa rentannya jaringan telekomunikasi mereka.

Miller mengatakan pada 2018 lalu China melakukan serangan terhadap jaringan telepon genggam AS melebihi negara mana pun. Sebagian besar dilakukan melalui operator milik pemerintah China, Unicom. Ia menuduh China mengumpulkan data dalam skala besar.

"Ketika Anda mendapatkan puluhan ribu, serangan itu dikualifikasi sebagai pengawasan massal, yang utamanya untuk mengumpulkan data intelijen dan tidak mengincar target posisi tinggi, mungkin ada lokasi yang diminati dan ini terjadi ketika orang-orang berada di luar negeri," katanya.  

Miller mengatakan pada 2019 serangan terhadap pelanggan jaringan 3G AS dilacak melalui Barbados. Sementara hCina mengurangi volume serangan ke pelanggan AS.

"Pada 2019 China mengurangi volume serangan ke AS, lebih menyukai spionase dan tampaknya menggunakan jaringan proksi di Karibia untuk melakukan serangan, yang memiliki hubungan perdagangan dan investasi teknologi dengan mereka," kata Miller.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement